Ini kisah nyata. Ada
seorang anak yang kakaknya sudah berhenti bekerja, ibunya sakit-sakitan
dan ayahnya sudah lama meninggal dunia karena sakit batu ginjal yang
parah, namun anak itu masih punya nenek yang masih sangat kuat membantu
kebutuhan rumah tangga mereka. Selain karena cinta yang dalam, juga
karena nenek punya keahlian membuat kue
brownies kukus yang lezat
diseluruh desa sehingga nenek masih mampu membantu mencari makan untuk
membantu keluarga kecil itu. Keluarga kecil itu memiliki anak usia 8
tahun bernama Emir.
Bacalah surat yang disampaikan oleh anak laki- laki berusia 8 tahun,
Emir namanya, yang menuturkan kisah hidupnya pada sebuah acara baksos di
desa Megamendung, yang diselenggarakan untuk rakyat miskin.
Tadinya kakak dengan pekerjaannya sebagai kasir di restoran Sunda, masih
mampu membantu membiayai rekening listrik dan membeli beras, namun
setelah restoran Sunda tempat kakak bekerja kena gusur Pemda yang
katanya untuk membuat kantor kelurahan di kampung itu, kakak betul-betul
menganggur dan setiap harinya kerjanya hanya membantu nenek mengocok
telur untuk membuat brownies kukus.
Perlu diketahui, brownies kukus bukanlah makanan utama penduduk desa
atau penduduk kota kecil seperti Megamendung. Butuh tiga jam perjalanan
dari desa Emir ke tempat ia menawarkan brownies kukus nenek, sehingga ia
merasakan kehidupan keluarganya yang susah sekali. Apalagi setelah tiga
bulan ini listrik diputus, mereka tidak lagi memiliki baju yang licin
disetrika, dan semua pekerjaan rumah, seperti mencuci, membuat kue,
maupun pekerjaan sekolah, harus mereka lakukan di siang hari.
Penderitaan dan kemiskinan terus melanda keluarga Emir, sampai kakak
akhirnya nekat mendaftarkan diri ke agent TKI untuk menjadi pembantu di
Arab Saudi, Hongkong atau Malaysia. Kakak pun sudah mulai belajar bahas
Arab, ”Ma hadza? Ana …” dan sedikit sedikit bahasa Malaysia, “ Iye ke?
Sikit saja, tahu? Awak nak ke?”, dan sesekali kami tertawa gembira
mendengar logat kakak bicara bahasa Melayu yang sungguh lucu, dalam
keadaan perut keroncongan di tengah malam yang gelap tanpa penerangan
sedikit pun, kecuali secercah cahaya rembulan dari balik jendela yang
kami buka lebar, untuk sedikit melepas kesumpekan di dalam rumah.
Sedikit harapan kakak akhirnya sirna, ketika muncul
isu “Ganyang Malaysia” membuat imigrasi Malaysia dan Indonesia menutup
saluran tenaga kerja dari Indonesia ke Malaysia dan kakak harus menunggu
lagi dalam waktu yang tidak bisa ditentukan. Hal ini membuat kami
menjadi semakin sedih, karena bayangan kelaparan dan kemiskinan selalu
terbayang di depan mata, ditambah lagi brownies kukus nenek manjadi
semakin sukar terjual, karena sudah banyak pesaing, juga harga telur dan
terigu yang meroket tinggi. Maka, terkadang berhari-hari kami makan
brownies kukus nenek yang tidak laku. Pada saat tidak punya apa-apa
itulah, kami sekeluarga berpelukan dan merasakan bahwa kami adalah orang
termiskin di indonesia, sampai
akhirnya …
“ Kak … kakak … aku disuruh guruku membawa barang apa saja untuk diberikan pada
orang miskin, pada acara baksos besok,” kata Emir dengan wajah
berbinar-binar. Ia mendatangi kakaknya yang sedang membersih kutu beras
raskin yang dibelinya tadi pagi setelah menjual sepatu olahraga Emir.
“Dik, dik, kamu ini lucu, apa kamu enggak merasa bahwa kita ini juga
orang miskin? Apa yang mau kita sumbangkan untuk acara baksos orang
miskin, malah seharusnya kita yang diberi baksos,” jawab si kakak dengen
tenang tapi dengan sedikit linangan airmata ditepi pipinya.
Tiba-tiba, nenek dengan gayanya yang lembut berkata, “Dik, kamu ambillah
ini yang kita punya, satu buah payung, dua buah gelas plastik, satu
brownies nenek dan lima sachet kopi. Janganlah kita merasa terlalu
miskin, sehingga kita tidak mau bersedekah kepada orang miskin di
sekitar kita. Sampai saat ini, kita pun tak tahu siapa yang lebih miksin
dari kita. Namun selama kita masih punya sesuatu yang dapat kita
berikan, jangan ragu untuk bersedekah.”
Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari keluarga ini?
Semoga kita termasuk orang- orang yang beruntung….. Amin
0 komentar:
Post a Comment