Pages

30 July 2012

Sebelum menceraikanku,gendonglah aku

Pada hari pernikahanku,aku
membopong istriku. Mobil
pengantin berhenti didepan
flat kami yang cuma
berkamar satu.
Sahabat-
sahabatku menyuruhku untuk membopongnya begitu
keluar dari mobil. Jadi
kubopong ia memasuki
rumah kami. Ia kelihatan malu-malu. Aku
adalah seorang pengantin pria
yang sangat bahagia. Ini
adalah kejadian 10 tahun yang
lalu.
Hari-hari selanjutnya berlalu demikian simpel seperti
secangkir air bening. Kami
mempunyai seorang anak,
saya terjun ke dunia usaha
dan berusaha untuk
menghasilkan banyak uang. Begitu kemakmuran
meningkat, jalinan kasih
diantara kami pun semakin
surut. Ia adalah pegawai sipil.
Setiap pagi kami berangkat
kerja bersama-sama dan sampai dirumah juga pada
waktu yang bersamaan. Anak kami sedang belajar di
luar negeri. Perkimpoian kami
kelihatan bahagia. Tapi
ketenangan hidup berubah
dipengaruhi oleh perubahan
yang tidak kusangka-sangka. Dew hadir dalam
kehidupanku. Waktu itu
adalah hari yang cerah. Aku
berdiri di balkon dengan Dew
yang sedang merangkulku.
Hatiku sekali lagi terbenam dalam aliran cintanya. Ini adalah apartment yang
kubelikan untuknya. Dew
berkata , “Kamu adalah jenis
pria terbaik yang menarik
para gadis.” Kata-katanya
tiba-tiba mengingatkanku pada istriku. Ketika kami baru
menikah,istriku pernah
berkata, “Pria
sepertimu,begitu sukses, akan
menjadi sangat menarik bagi
para gadis.” Berpikir tentang ini, Aku menjadi ragu-ragu.
Aku tahu kalo aku telah
menghianati istriku. Tapi aku
tidak sanggup
menghentikannya. Aku
melepaskan tangan Dew dan berkata, “Kamu harus pergi
membeli beberapa perabot,
O.K.?.Aku ada sedikit urusan
dikantor” Kelihatan ia jadi tidak senang
karena aku telah berjanji
menemaninya. Pada saat
tersebut, ide perceraian
menjadi semakin jelas
dipikiranku walaupun kelihatan tidak mungkin.
Bagaimanapun,aku merasa
sangat sulit untuk
membicarakan hal ini pada
istriku. Walau
bagaimanapun ku jelaskan, ia pasti akan sangat terluka.
Sejujurnya,ia adalah seorang
istri yang baik. Setiap malam
ia sibuk menyiapkan makan
malam. Aku duduk santai
didepan TV. Makan malam segera tersedia. Lalu kami
akan menonton TV sama-
sama. Atau aku akan
menghidupkan
komputer,membayangkan
tubuh Dew. Ini adalah hiburan bagiku. Suatu hari aku berbicara
dalam guyon, “Seandainya
kita bercerai, apa
yang akan kau lakukan? ” Ia
menatap padaku selama
beberapa detik tanpa bersuara. Kenyataannya ia
percaya bahwa perceraian
adalah sesuatu yang sangat
jauh dari ia. Aku tidak bisa
membayangkan bagaimana ia
akan menghadapi kenyataan jika tahu bahwa aku serius.
Ketika istriku mengunjungi
kantorku, Dew baru saja
keluar dari ruanganku. Hampir
seluruh staff menatap istriku
dengan mata penuh simpati dan berusaha untuk
menyembunyikan segala
sesuatu selama berbicara
dengan ia. Ia kelihatan sedikit
kecurigaan. Ia berusaha
tersenyum pada bawahan- bawahanku. Tapi aku
membaca ada kelukaan di
matanya. Sekali lagi, Dew
berkata padaku,” He Ning,
ceraikan ia, O.K.? Lalu kita
akan hidup bersama.” Aku mengangguk. Aku tahu aku
tidak boleh ragu-ragu lagi. Ketika malam itu istriku
menyiapkan makan malam,
ku pegang
tangannya,”Ada sesuatu yang
harus kukatakan” Ia duduk
diam dan makan tanpa bersuara. Sekali lagi aku
melihat ada luka dimatanya.
Tiba-tiba aku tidak tahu harus
berkata
apa. Tapi ia tahu kalo aku
terus berpikir. “Aku ingin bercerai”, ku ungkapkan
topik ini dengan serius tapi
tenang. Ia seperti tidak
terpengaruh oleh kata-
kataku, tapi ia
bertanya secara lembut,”kenapa?” “Aku
serius.” Aku menghindari
pertanyaannya. Jawaban ini
membuat ia sangat marah. Ia
melemparkan sumpit dan
berteriak kepadaku,”Kamu bukan laki-laki!”. Pada malam itu, kami sekali
saling membisu. Ia sedang
menangis. Aku tahu kalau ia
ingin tahu apa yang telah
terjadi dengan perkimpoian
kami. Tapi aku tidak bisa memberikan jawaban yang
memuaskan sebab hatiku
telah dibawa pergi oleh Dew.
Dengan perasaan yang amat
bersalah, Aku menuliskan
surai perceraian dimana istriku memperoleh rumah, mobil
dan 30% saham dari
perusahaanku. Ia
memandangnya sekilas dan
mengoyaknya jadi beberapa
bagian.. Aku merasakan sakit dalam hati. Wanita yang telah
10 tahun hidup bersamaku
sekarang menjadi seorang
yang asing dalam hidupku.
Tapi aku tidak bisa
mengembalikan apa yang telah kuucapkan. Akhirnya ia menangis dengan
keras didepanku, dimana hal
tersebut tidak pernah kulihat
sebelumnya. Bagiku,
tangisannya merupakan suatu
pembebasan untukku. Ide perceraian telah
menghantuiku dalam
beberapa minggu ini dan
sekarang sungguh-sungguh
telah terjadi. Pada larut malam,aku kembali
ke rumah setelah menemui
klienku. Aku melihat ia
sedang menulis sesuatu.
Karena capek aku segera
ketiduran. Ketika aku terbangun tengah malam aku
melihat ia masih menulis. Aku
tertidur kembali. Ia
menuliskan syarat-syarat dari
perceraiannya. Ia tidak
menginginkan apapun dariku,tapi aku harus
memberikan waktu sebulan
sebelum menceraikannya,dan
dalam waktu sebulan itu kami
harus hidup bersama seperti
biasanya. Alasannya sangat sederhana:
Anak kami akan segera
menyelesaikkan
pendidikannya dan liburannya
adalah sebulan lagi dan ia
tidak ingin anak kami melihat kehancuran rumah tangga
kami. Ia menyerahkan
persyaratan tersebut dan
bertanya,” He Ning, apakah
kamu masih ingat bagaimana
aku memasuki rumah kita ketika pada hari pernikahan
kita?” Pertanyaan ini tiba-tiba
mengembalikan beberapa
kenangan indah kepadaku.
Aku mengangguk dan
mengiyakan. “Kamu
membopongku dilenganmu”, katanya, “Jadi aku punya
sebuah permintaan, yaitu
kamu akan tetap
membopongku pada waktu
perceraian kita. Dari sekarang
sampai akhir bulan ini, setiap pagi kamu harus
membopongku keluar dari
kamar tidur ke pintu.” Aku
menerima dengan senyum.
Aku tahu ia merindukan
beberapa kenangan indah yang telah berlalu dan
berharap perkimpoiannya
diakhiri dengan suasana
romantis. Aku
memberitahukan Dew soal
syarat-syarat perceraian dari istriku. Ia tertawa keras dan
berpikir itu tidak ada
gunanya. “Bagaimanapun trik
yang ia lakukan, ia harus
menghadapi hasil dari
perceraian ini,” ia mencemooh. Kata-katanya membuatku
merasa tidak enak. Istriku dan aku tidak
mengadakan kontak badan
lagi sejak kukatakan
perceraian itu. Kami saling
menganggap orang asing. Jadi
ketika aku membopongnya dihari pertama, kami
kelihatan salah tingkah. Anak
kami menepuk punggung
kami,”Wah, papa membopong
mama, mesra sekali” Kata-
katanya membuatku merasa sakit.. Dari kamar tidur ke
ruang duduk, lalu ke pintu,
aku berjalan 10 meter dengan
ia dalam lenganku. Ia
memejamkan mata dan
berkata dengan lembut,” Mari kita mulai hari ini,jangan
memberitahukan pada anak
kita.” Aku mengangguk, merasa
sedikit bimbang.Aku
melepaskan ia di pintu. Ia
pergi menunggu bus, dan aku
pergi ke kantor. Pada hari
kedua, bagi kami terasa lebih mudah. Ia merebah di
dadaku,kami begitu dekat
sampai-sampai aku bisa
mencium wangi dibajunya.
Aku menyadari bahwa aku
telah sangat lama tidak melihat dengan mesra wanita
ini. Aku melihat bahwa ia
tidak muda lagi, beberapa
kerut tampak di wajahnya.
Pada hari ketiga, ia berbisik
padaku, “Kebun diluar sedang dibongkar, hati-hati kalau
kamu lewat sana.” Hari
keempat,ketika aku
membangunkannya,aku
merasa kalau kami masih
mesra seperti sepasang suami istri dan aku masih
membopong kekasihku
dilenganku. Bayangan Dew
menjadi samar. Pada hari
kelima dan enam, ia masih
mengingatkan aku beberapa hal, seperti, dimana ia telah
menyimpan baju-bajuku yang
telah ia setrika, aku harus
hati-hati saat memasak,dll.
Aku mengangguk. Perasaan
kedekatan terasa semakin erat. Aku tidak memberitahu
Dew tentang ini. Aku merasa begitu ringan
membopongnya.Berharap
setiap hari pergi ke kantor
bisa membuatku semakin
kuat. Aku berkata
padanya,”Kelihatannya tidaklah sulit membopongmu
sekarang” Ia sedang mencoba
pakaiannya, aku sedang
menunggu untuk
membopongnya keluar. Ia
berusaha mencoba beberapa tapi tidak bisa menemukan
yang cocok. Lalu ia
melihat,”Semua pakaianku
kebesaran”. Aku
tersenyum.Tapi tiba-tiba aku
menyadarinya sebab ia semakin kurus itu sebabnya
aku bisa membopongnya
dengan ringan bukan
disebabkan aku semakin kuat.
Aku tahu ia mengubur semua
kesedihannya dalam hati. Sekali lagi , aku merasakan
perasaan sakit Tanpa sadar ku
sentuh kepalanya. Anak kami
masuk pada saat tersebut.
“Pa,sudah waktunya
membopong mama keluar” Baginya,melihat papanya
sedang membopong
mamanya keluar menjadi
bagian yang penting. Ia
memberikan isyarat agar
anak kami mendekatinya dan merangkulnya dengan erat.
Aku membalikkan wajah
sebab aku takut aku akan
berubah pikiran pada detik
terakhir. Aku menyanggah ia
dilenganku, berjalan dari kamar tidur, melewati ruang
duduk ke teras. Tangannya
memegangku secara lembut
dan alami. Aku menyanggah
badannya dengan kuat seperti
kami kembali ke hari pernikahan kami. Tapi ia
kelihatan agak pucat dan
kurus, membuatku sedih.
Pada hari terakhir,ketika aku
membopongnya
dilenganku, aku melangkah dengan berat. Anak kami
telah kembali ke sekolah. Ia
berkata, “Sesungguhnya aku
berharap kamu akan
membopongku sampaikita
tua”. Aku memeluknya dengan kuat dan berkata
“Antara kita saling tidak
menyadari bahwa kehidupan
kita begitu mesra”. Aku
melompat turun dari mobil
tanpa sempat menguncinya. Aku takut keterlambatan
akan membuat pikiranku
berubah. Aku menaiki tangga.
Dew membuka pintu. Aku
berkata padanya,” Maaf Dew,
Aku tidak ingin bercerai. Aku serius”. Ia melihat kepadaku,
kaget. Ia menyentuh dahiku.
“Kamu tidak demam”. Kutepiskan tanganya dari
dahiku “Maaf, Dew,Aku cuma
bisa bilang maaf padamu,Aku
tidak ingin bercerai.
Kehidupan rumah tanggaku
membosankan disebabkan ia dan aku tidak bisa merasakan
nilai-nilai dari kehidupan,
bukan disebabkan kami tidak
saling mencintai lagi. Sekarang
aku mengerti sejak aku
membopongnya masuk ke rumahku, ia telah melahirkan
anakku. Aku akan
menjaganya sampai tua. Jadi
aku minta maaf padamu” Dew tiba-tiba seperti tersadar.
Ia memberikan tamparan
keras kepadaku dan menutup
pintu dengan kencang dan
tangisannya meledak. Aku
menuruni tangga dan pergi ke kantor. Dalam perjalanan aku
melewati sebuah toko bunga,
ku pesan sebuah buket bunga
kesayangan istriku. Penjual
bertanya apa yang mesti ia
tulis dalam kartu ucapan? Aku tersenyum, dan menulis ”
Aku akan membopongmu
setiap pagi sampai kita tua..”

0 komentar:

Post a Comment