Pages

13 July 2012

Kisah: Srigala dan burung hantu

Perbedaan adalah keindahan
dalam persahabatan Serigala
dan Burung Hantu. Siapapun
tidak ada yang mengira

bahwa persahabatan ini
mungkin terjadi. Serigala yang liar, urakan dan
berdarah dingin bisa akrab
dengan Burung hantu yang
tenang, bijak dan penuh
wibawa. Mungkin
persahabatan mereka hanya terdengar seperti dongeng
dan lelucon bagi makhluk
yang lain. Hampir separuh masa hidup
kedua sahabat itu dihantui
kecemasan yang luar biasa.
Bagi Serigala, siang adalah
terror karena para manusia
pemangsa akan dengan jeli memburunya. Serigala tidak
pernah mengerti apa alasan
manusia-manusia ganas itu
memangsanya. Sang Burung
Hantu pun tidak kalah takut
dan cemasnya ketika senja berlalu dan malam menyapa
dengan keheningan.
Keheningan yang perlahan
terkikis oleh alunan doa-doa
para dukun kampung,
pemuka masyarakat dan puluhan warga yang
mengincar keberadaannya
karena mengira roh jahat
bersemayam disetiap jiwa
burung hantu. Menuju malam, dua sekawan
itu terlibat percakapan
hangat. Sang Burung hantu mendarat
di ranting pohon tepat diatas
serigala yang sedang
berteduh. “ Mengapa kau
begitu lesu hai kawanku
serigala kelabu? “ Sang Burung hantu bertanya
dengan tenang. Serigala hanya
memandangnya ke atas dan
lalu kembali tertunduk. “ Jangan pernah memulai hari
dengan raut wajah seperti
itu..tidak baik” , Sang burung
hantu kembali menegur
serigala dengan perlahan. “ Engkau yang memulai hari,
Aku malah baru mau
menutup hari..Ingat, Kita
punya perbedaan waktu hai
burung hantu “ . Serigala
menjawab bermalasan. Menyadari perkataan serigala,
sang burung hantu hanya
tertawa kecil sambil berkata.
“ Seberbeda apapun kita, toh
nasib kita juga sama, Hohoho..
“ dan sambil sedikit
merentangkan sayapnya,
Sang burung hantu kembali
berkata “ Tidurlah wahai
karibku serigala..bermimpilah,
jangan sia-siakan tidurmu! “ “ Apa yang harus
dimimpikan, pak tua? “
serigala nyeletuk dengan
pertanyaan. “ Yaaah, Apa saja lah.. entah
itu betina pujaanmu kah?,
Ikan segar kesenanganmu
kah? Haha.. Bermimpi itu
boleh apa saja wahai serigala
tua!. Bukankah kau penggila betina dan rakus ? Hahaa…
Sang burung hantu menjawab
sesukanya. “ Sudahlah, jangan banyak
tanya pak tua! Aku sudah
lelah seharian! “ Balas serigala
bermalasan “ lelah kenapa serigala
kelabu? lelah
mempermainkan betina?
Hahahaaa.” Sang burung hantu
sebenarnya ingin
menyinggung kelakuan serigala kelabu. “ Ahh.. Terserah kamu sajalah
pak tua! “ Tutup serigala dan
terlelap. Serigala dan burung hantu
memang memiliki perbedaan
waktu dalam beraktifitas.
Biasanya Serigala mencari
makan, berpatroli dan
berkumpul dengan teman- teman sebangsanya ditepian
sungai pada pagi dan siang
hari, sedangkan Sang burung
hantu beristirahat di siang hari
dan beraktifitas seperti
memberi kotbah atau mengobati sakit penyakit
sesama rasnya dibalai
pertemuan diatas sebuah
pohon tua pada malam larut. Senja adalah sebuah
romantisme persahabatan.
Ketika langit jingga
menyaksikan canda, senda-
gurau dan bahkan perdebatan
antar kedua sekawan itu. Senja merupakan waktu
dimana mereka saling terjaga,
saling menyapa, saling
menegur,saling kritik dan
saling segalanya. Hari semakin larut, Serigala
tampak tertidur pulas,
dengkurannya yang tak
berirama melenyapkan sunyi.
Kesunyian yang sangat
dicemaskan Sang burung hantu. Dengkuran yang aneh.
Tidak pernah terdengar
dengkuran seaneh ini..seperti
alunan orkestra yang
dipimpin dirijen mabuk!.
Begitulah keluh Sang burung hantu dalam hati sambil
memandang pulasnya serigala
malam ini. Setelah mengemas barang dan
materi kotbah malam ini,
Sang burung hantu bergegas
pergi ke balai pertemuan.
Sepanjang perjalanan,
dengkuran serigala masih teriang dibenak Sang burung
hantu. Dengkuran yang
menyebalkan sekaligus yang
membuatnya merasa aman.
Dengkuran yang setia
dilantunkan setiap malam sepanjang tahun-tahun yang
mengancam. “ Materi kotbah saya hari ini
adalah tentang sebuah
keikhlasan! “ Ucap Sang
burung hantu kepada
jemaatnya yang berdesakan
di ranting kokoh sebuah pohon tua. “ Ikhlas adalah syarat ! “
Tegas Sang burung hantu
memulai materinya. “ Dengan mengikhlaskan,
segala niat dan amal menjadi
persembahan yang harum
bagi Sang Pencipta! “ Tutur
Sang burung hantu
mempertegas. “ Ada tertulis, Ikhlas adalah
ketika kita menaruh
kehendak kita di bawah
kehendak Sang Pencipta!
Camkanlah ini didalam hati
kalian kawan-kawan! “ Imbuh Sang burung hantu
sambil melebarkan sayapnya. Sebagian jemaat
mengangguk, sebagian
lainnya mengantuk. Sang burung hantu adalah
tokoh terkemuka dalam satu
biota hutan tempat mereka
tinggal. Hampir setiap hari
diadakannya pertemuan
sederhana agar keakraban antar penghuni hutan tetap
terjaga. Sang burung hantu
sangat ahli bercerita, berkata-
kata mutiara, berdongeng dan
bahkan menyembuhkan luka.
Tidak sedikit anak-anak burung yang baru menetas
senang mendengarkan
dongengnya. Tidak sedikit
juga binatang dewasa lain
yang senang mendengar
kotbahnya, dan tak sedikit pula yang kerap ketiduran
mendengar celotehannya.
Namun, hal yang kurang
dapat diterima oleh beberapa
warga hutan adalah
persahabatan Sang burung hantu dengan Serigala. Serigala dianggap binatang
yang sering mengganggu
biota hutan. Selain sering
berulah dan jahil, keberadaan
serigala membuat manusia-
manusia bersenapan rela menelusuri hutan sehingga
kerap mencemaskan
penghuni hutan lainnya. Malam semakin larut. Serigala
terbangun karena terdengar
akan sesuatu. Perlahan
serigala coba menganalisa
endusan dan penglihatannya.
Telinga dan ekornya juga mulai bergerak-gerak.
Serigala pun bangkit dan
mengambil kuda-kuda lari
namun ia memutuskan untuk
menunggu sesaat.
Didengarnya suara langkah kaki yang ramai. “ Pemburu ?, Mengapa mereka
datang dimalam hari ?,
sebentar.. Mengapa tidak
tercium bau mesiu? “ serigala
bertanya-tanya dalam hati. Serigala khawatir luar biasa.
Hal ini tidak pernah terjadi
sebelumnya. Biasanya para
manusia bersenapan
memburunya di siang hari,
atau pada saat mereka mencari ikan di tepian sungai
pagi-pagi. Suara langkah kaki
ini tidak biasa dan sepertinya
ramai sekali. Biasanya
pemburu serigala beraksi
berdua atau bertiga saja. “ Ini tidak biasa! , pemburu
tidak datang beramai-ramai! “
Imbuh serigala dalam hati
sambil berjalan di sekitar
pohon tua tempatnya
berteduh. Dibagian atas batang pohon tua ini adalah
kediaman Sang burung hantu.
Rantingnya yang lebat dan
rimbun menjadikan
kehangatan alami bagi yang
berteduh dibawahnya. Serigala menumpang dibawah
pohon tua Sang burung hantu
dengan kesepakatan bilamana
serigala harus mencarikan
makan untuk Sang burung
hantu setiap malamnya. Sebagai kesatria terdepan
dihutan itu, Serigala
berinisiatif mencari tahu ada
apa gerangan. Berjalan kearah
timur, Serigala mengendus
bau-bau dupa dan minyak bakaran. Alunan doa-doa
dukun terdengar sayup-
sayup. “ Astaga! , Manusia mantra!
Dia datang bersama warga
desa..” Serigala berhasil
mengenali apa yang
dilihatnya. “ Tapi mengapa mereka tidak
mengarah ke rumah pak tua
burung hantu ? , Jangan-
jangan.. Mereka sudah
mengetahui letak balai
pertemuan burung-burung soleh itu! “ Kata serigala
menyimpulkan dalam hati. “ Aku harus melakukan
sesuatu!! “ tekad si serigala
kelabu. Setelah lolongan panjangnya
menembus malam, serigala
lekas berlari menuju
kerumunan manusia-manusia
bermantra yang melangkah
perlahan diatas salju. Dengan laju berlari yang sangat
kencang, serigala melompat
dari kegelapan dan mencakar
wajah sang dukun. Tidak
berhenti disitu, serigala juga
menyerang seorang pria yang ingin mengusirnya dengan
obor. Digigitnya lengan pria
tersebut namun sial bagi
serigala, seorang pria lainnya
berhasil menghempaskannya
ketanah dengan sebuah parang. Serigala terluka parah.
Luka bacok di rusuknya
menganga. Namun ia masih
berusaha melawan dengan
geramannya. Melihat keadaan
tidak seimbang, serigala dengan kekuatan seadanya
berlari kearah timur-laut.
Melawan arah balai
pertemuan burung-burung.
Dukun yang wajahnya
terluka parah dan kehilangan kedua matanya menghujat
serigala. “ Kejar dan bunuh
serigala kelabu itu!! Roh jahat
ada didalamnya!! “ teriak
dukun itu kepada warga
yang mencoba memapahnya. Warga pun beralih arah
mengejar si serigala kelabu. Disisi lain dibalai pertemuan,
Sang burung hantu hampir
sampai dikesimpulan
kotbahnya malam itu. Namun
terdengar olehnya sebuah
lolongan panjang. Sang burung hantu tersentak
sesaat. Ia sangat mengenal
lolongan itu. Ada perasaan
yang bergejolak di hati sang
burung hantu. Secara tidak sadar, ada ikatan
emosional yang erat antara
serigala dan burung hantu.
Mungkin karena telah sekian
tahun bersahabat. Dengan segera Sang burung
hantu mengakhiri kotbahnya
tanpa kesimpulan. Lalu ia
terbang mencari tahu
keberadaan serigala kelabu.
Jemaat perlahan membubarkan diri. Masing
masing terbang kembali ke
dahan pribadi. Tertinggallah
mereka yang tertidur saat
kotbah tadi. Sang burung hantu terbang
kembali ke rumahnya. “
Serigala kelabu!!, dimana
kau?!! “ Teriak Sang burung
hantu sambil mencari kesana-
kemari. “ Serigala kelabu!! Apa yang
terjadi?? Jawab lah!! “
Kembali Sang burung hantu
berteriak pada kekosongan. Tak lama kemudian Sang
burung hantu kembali
terbang menelusuri hutan. Ia
terbang kearah selatan lalu
beralih kearah barat setelah
tidak menemukan keberadaan serigala kelabu.
Terbang kearah timur adalah
pilihan paling beresiko karena
perkampungan penduduk
terletak di bagian timur hutan
itu. Namun akhirnya Sang burung hantu memberanikan
diri untuk terbang ke arah
tersebut dengan segala
kemungkinan buruk yang
akan terjadi. Di separuh perjalanan, Sang
burung hantu tersentak.
Terlihat olehnya bercak dan
tetesan darah. Dengan cekatan
Sang burung hantu
menghampiri objek yang dilihatnya tersebut. Hatinya
tersengat ketika menemukan
helaian bulu berwarna kelabu
diantara bercak darah
tersebut. Di ikutinya bekas
tetasan darah sang serigala. Sampai pada satu titik dimana
tetesan darah berakhir. Asa
sang burung hantupun seolah
berakhir. Didalam benaknya
hanya bayangan wajah
sahabatnya, serigala kelabu. Matanya yang mulai berlinang
terus menelik ke berbagai
arah. Memandang penuh
tanda tanya. Tak jauh dari tetesan darah
serigala, ditemukannya jejak-
jejak kaki manusia dan
sebatang obor yang telah
padam. Timbul kecurigaan
yang diiringi tanya dalam benak Sang burung hantu. “ Mengapa ada obor ?,
Pemburu serigala tidak pakai
obor! Mereka memakai
senter.. “ ucap sang burung
hantu sambil bergerak kearah
obor. “Ada ampas dupa!, dan
minyak bakaran juga
tertumpah disini!! Ini pasti
ulah manusia-manusia
bermantra yang mengincar
keberadaan persekutuan kami!!! “ Teriak Sang burung
hantu dengan geram. Hari mulai pagi, Sang burung
hantu terpaksa kembali ke
pohon tua miliknya. Dengan
pertimbangan keamanan
maka sang burung hantu
memilih untuk beristirahat sejenak karena penduduk
kampung di timur hutan pasti
mengamuk dan akan
memangsanya bila melintas di
kawasan tersebut. Sang
burung hantu tertetunduk penuh kekesalan, penyesalan,
dan amarah yang
berkecamuk dibenaknya.
Tidak henti ia mondar-mandir
di sepanjang dahan pohon tua
kediamannya. Sementara serigala terus
berlari.. beberapa langkah
dibelakangnya adalah para
penduduk kampung dengan
parang dan panah di tangan
mereka. Serigala mulai tertatih. Luka di rusuknya
menguras hampir seluruh
kekuatannya. Dengan sisa-sisa
kekuatan dan harapannya,
serigala mengalihkan arah ke
tepian sungai di bagian timur- laut. Menyerah adalah
kosakata asing bagi si serigala
kelabu. Air sungai cukup deras ketika
serigala dan para penduduk
yang memangsanya tiba.
Serigala kelabu melompat
kesebuah bongkahan batu
besar dengan segenap kekuatan terakhirnya. Para
penduduk kampung perlahan
mengatur langkah mendekati
serigala yang telah mati
langkah. Para pemanah tidak
bisa melepaskan tembakan karena pandangan yang
terhalang embun tebal.
Serigala kelabu tertunduk
lesu. Ia telah berserah. Tak lagi
punya daya. Bahkan untuk
mengeluarkan suara sekalipun. Serigala sudah
terkepung, dan pria yang tadi
menebas rusuk serigala
kelabu kini kembali
menggangkat parangnya
tinggi-tinggi. “ Habis-lah Kau Serigala roh
jahaaaaaaaaaat!! “ Teriak pria
tersebut penuh amarah. Tiba-tba.. Terdengar suara
gemuruh yang sangat dasyat.
Semua penduduk yang
mengepung serigala kelabu
terkejut. Suara gemuruh kini
disertai guncangan yang cukup terasa. Mereka kini
berada di tengah-tengah
sungai dan cukup sulit untuk
kembali menepi. Suara
gemuruh terdengar semakin
keras dan dekat. “ Air bah!! Air bah!!
Selamatkan diri kalian!! “ para
penduduk berteriak satu
kepada yang lain. Alam tengah menunjukkan
keadilannya. Gunung Es di
balik kampung penduduk itu
ternyata sebagian mencair
oleh sengat matahari yang
tidak biasa pada pagi itu. Oleh karenanya terjadi banjir
bandang karena hutan-hutan
disekitar kaki gunung telah
terpangkas oleh egoisme
manusia. “ Mari kita akhiri pertikaian
kita, wahai Manusia “ ucap
serigala kelabu dengan
setengah suara. Dalam hitungan satu kedipan
mata, Air yang sangat dingin
itu menggulung serigala serta
seluruh penduduk yang
mengepungnya. Begitu deras
hingga batu-batu besarpun terbawa oleh arus. Ketika itu pula air-mata Sang
burung hantu menetes. Dengan perasaan haru, Sang
burung hantu memutuskan
untuk terbang kearah timur-
laut. Seolah Ia tahu kemana
harus pergi. Seolah Ia tahu apa
yang telah terjadi. Tak henti ia mencari separuh jiwanya
yang belum kembali. Harapan
timbul tenggelam ketika Ia
melihat sekawanan serigala.
Namun, tak satupun Ia kenali. Hingga akhirnya.. Ditepian
sebuah muara yang curam, Ia
mengenali sesosok tubuh
yang seperinya tak lagi
berdaya. Sang burung hantu
mendarat tepat disisi tubuh serigala kelabu yang terbujur
kaku. Serigala ternyata masih
punya daya menatap mata
sang burung hantu. Sang
burung hantu kehilangan
kata. Seluruh perasaan serta jiwanya seolah runtuh.
Tatapan itu tidak terjelaskan
oleh kata-kata. Mungkin
hanya puisi yang dapat
melukiskannya. Hening.. Gemuruh telah
berakhir. Begitu pula
khawatir, dan tatapan
terakhir itu telah menjelaskan
segalanya.. Tatapan yang
penuh harapan. Sang burung hantu
menggangguk. Seketika itu
pula tatapan itu terpejam. Fajar perlahan mendarat..Ini
adalah senja pertama Sang
burung hantu tanpa serigala
kelabu. Tanpa canda, tanpa
senda-gurau, tanpa sapa,
tanpa tegur, tanpa kritik, bahkan tanpa segalanya.
Malam akan begitu hening
tanpa dengkuran serigala
kelabu. Namun, keheningan
kini penuh kedamaian. Karena
tiada hal yang perluh ditakutkan. Dukun dan
penduduk bermantra itu telah
musnah. Malam ini adalah purnama.
Sang burung hantu hanya bisa
membayangkan nyanyian
serigala kelabu seperti di
malam purnama sebelumnya. Sang burung hantu bergegas
menuju balai pertemuan
untuk menyelesaikan Kotbah
yang terpenggal. Kotbah
tentang makna sebuah
keikhlasan.

0 komentar:

Post a Comment