Pages

13 July 2012

Fiksi: Cek maut

Rumah itu sangat besar. Tidak
ada yang mampu menyaingi
besarnya rumah itu. Rumah
tuan Najib pemilik perusahaan
garam terbesar di desa ini
.
Layaknya istana raja rumah itu dilengkapi dengan pagar
menjulang tinggi sekitar
enam kaki, ada kolam renang,
tempat bermain golf dan
taman yang dipenuhi aneka
bunga.-bunga. Biasanya taman itu dipakai untuk
pertemuan para pejabat
negeri ini. Barang-barang
yang ada di dalam rumah pun
sangat mahal dan bermerk,
menurut isu yang beredar barang-barang tersebut di
impor dari luar negeri.
Beberapa mobil berderet di
halaman rumah tuan Najib,
mulai dari sedan sampai mobil
yang konon katanya harganya milyaran rupiah.
Hartanya yang begitu
melimpah ruah membuat tuan
Najib sangat ditakuti oleh
penduduk kampung. Karena
dia bisa melakukan apapun dengan hartanya itu. Tidak
ada satu pun dari penduduk
kampung yang berani
melawan tuan Najib. Kata-
katanya bagaikan titah dari
langit yang harus diikuti dan dituruti.
Meskipun besar, rumah itu
selalu tampak sepi. Hanya
pada malam-malam tertentu
terlihat kesibukan melebihi
malam-malam biasanya. Maklumlah, mungkin tuan
Najib itu orang sibuk, dan
hanya mengumpulkan
kolega-koleganya ketika ada
acara tertentu. Kata
penduduk sekitar yang bekerja di situ tuan Najib dan
istrinya memang jarang di
rumah.
“Mereka itu sering bepergian
ke luar negeri” kata mpok
Nah, tukang masak di rumah tuan Najib. Tapi tak akan ada
yang memperdulikan rumah
itu, mau sepi atau tidak, mau
ada orang atau tidak.
Mengingat tuan Najib juga
bukan orang yang pandai bergaul dengan warga
sekitar. Bukan tidak pandai
bergaul tapi mungkin
memang tidak mau bergaul.
Tuan Najib sepertinya sangat
lihai dalam membangun relasi dengan orang-orang berduit
yang datang ke rumahnya
dengan mobil-mobil mewah.
Namun, tidak pernah
sekalipun dia datang ketika
ada undangan dari penduduk sekitar. Paling hanya kiriman
amplopnya yang mewakili
melalui sopir atau
pembantunya.
Yah, memang beitulah orang
kaya selalu menganggap bahwa uang adalah segalanya,
padahal kami orang desa
meletakkan prinsip
persaudaraan dan
kebersamaan di atas segala-
galanya, amplop beserta isinya dan semua yang
berkaitan dengan semua itu
menjadi nomer kesekian
dalam kehidupan kami.
Mungkin orang kaya
menganggap kami warga miskin hanya membutuhkan
uang.
*
Tidak seperti biasanya, sepagi
itu rumah tuan Najib tampak
gaduh. Entah apa yang terjadi di rumah itu. Semua orang
tampak sibuk kesana-kemari,
malah ada sebagian yang naik
ke atap rumah. Warga yang
aktif menjalankan aktifitas
rutinnya nongkrong di warung-warung mulai
bergosip.
“ Katanya tuan Najib
kehilangan cek” kata salah
seorang dari mereka.
“Cek itu apa?” Kata yang lain “Itu loh… yang kayak berita
di TV-TV” seorang bapak
dengan postur tubuh sangat
gemuk menanggapi,
mulutnya penuh dengan
gorengan. “ Apa itu yang di TV?”
“ Itu lo yang selalu jadi berita
heboh, yang sering dimiliki
sama orang-orang kaya dan
terkenal”
“ Apa siy, pada ngawur niy ngomongnya. Kok
rujukannya yang ada di TV-
TV”
“Cek itu kayak kuitansi biasa
tapi ada tulisan jumlah uang
yang bisa dicairkan di bank. Mengerti!” salah seorang dari
mereka mencoba untuk
memberikan penjelasan.
“ Kuitansi itu apa tho?” orang
itu tampak belum mengerti
juga “Ah pak dadu ni mikirnya
telat, nggak pernah nonton
berita ya… nanti kalau pulang
ke rumah langsung nonton
berita” kata seseorang yang
mulai tidak sabaran. Orang yang disebut sebagai pak
Dadu tetap melongo.
“Makanya jangan sinetron aja
pak yang ditonton. Sekali-kali
nonton berita” kata salah
seorang diantara mereka sambil berlalu. Nongkrong
rutin itu pun bubar, satu
persatu dari mereka
meninggalkan warung.
Tinggal pak Dadu seorang diri
yang masih memikirkan tentang apa itu cek. Dalam
benaknya belum tergambar
seperti apa cek yang
dijelaskan teman-temannya
barusan. Tapi nampaknya,
pak Dadu tak ingin lebih lama lagi larut dalam
ketidakmengertiannya. Ia
pun beranjak pergi,
mengikuti teman-temannya
yang mendahuluinya pergi.
* Kesibukan di rumah tuan
Najib ternyata tidak hanya
terlihat di pagi hari. Sampai
sore hari rumah itu masih
memperlihatkan kesibukan
dan kepanikan wajah-wajah penghuninya.

Tarmiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnnnnnnnn……”
“I…i..ya… tuan” kata pak
tarmin dengan wajah
ketakutan “Cepat kamu beri tahu orang
kampung untuk berkumpul
malam ini juga di depan
rumah saya!. Saya akan
mengumumkan sesuatu!”
“ I….i…iya tuan” tanpa banyak bicara lagi pak tarmin
berlalu dari hadapan tuannya.
Ia harus segera pergi ke
masjid kampung untuk
mengumumkan itu kepada
penduduk kampung. Tak lama setelah menempuh
perjalanan sekitar 15 menit,
pak Tarmin pun tiba di mesjid.
Tidak membutuhkan waktu
lama agar suara Ustad Jaelani,
sang penunggu masjid mengumumkan
pengumuman itu dengan
suara lantang.
“ Assalamu’alaikum
Warahmatullahibarakatuh….
Pengumuman! Pengumuman ini ditujukan untuk seluruh
Warga desa Suka damai.
bahwa malam ini diharapkan
bergumpul di depan rumah
tuan Najib pada jam 8.00,
karena ada pengumuman yang akan disampaikan oleh
tuan Najib… demikian
pengumaman ini saya
sampaikan. Dimohon
kehadirannya tepat waktu.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh”.
“Ada apa?” tanya seorang ibu
setengah baya penasaran.
“ Tidak tahu, kita datang saja
lah nanti”. Benar saja, tepat jam 8.00
seluruh warga berkumpul di
depan rumah tuan Najib.
Sebagian warga sampai
memenuhi bagasi mobilnya.
Warga tidak harus menunggu lama, karena beberapa saat
kemudian tuan Najib keluar
dengan baju kebesarannya,
memakai jas dan dasi serta
sepatu yang sangat
mengkilat. Rambutnya yang mulai jarang, tersisir rapi dan
klimis. Di sampingnya sang
istri mendampingi. Tidak
kalah dengan tuan Najib
istrinya memakai baju penuh
sulaman dengan gelang mas sebesar tangannya. Jarinya
dipenuhi dengan cincin
permata, kalung mutiara
tampak menggantung indah
di lehernya.
“ Tarmin, mulai!” perintahnya kepada pak Tarmin
“ Assalamu’alaikum
warahmatullahi
wabarakatuh, bapak-bapak,
ibu-ibu terimakasih atas
kedatangannya ke rumah ini. Sebagaimana di umumkan
tadi, ada pengumuman yang
ingin disampaikan oleh yang
terhormat tuan Najib, kepada
tuan Najib saya persilahkan”
“ baik bapak-bapak , ibu-ibu langsung saja. Saya tidak
memiliki banyak waktu
untuk berbasa-basi. Saya
ingin memberi pengumuman
bahwa saya kehilangan
sebuah cek. Barangsiapa yang berhasil menemukan cek itu
akan saya beri komisi sebesar
seratus juta rupiah!”
“Hah… seratus jutaaa!” kata
yang hadir serempak. Mereka
pun menunjukkan ekspresi berbeda. Ada yang geleng-
geleng kepala, ada yang
menganga sambil memegangi
mulutnya, ada yang terdiam
tanpa mampu
mengekpresikan apapun. *
Sejak pengumuman itu
diumumkan. Warga sangat
sibuk. Setiap warga memeiliki
aktifitas tambahan selain
menyiram tembakau. Mencari cek tuan Najib yang hilang.
Setiap warga berusaha untuk
menemukan cek itu dengan
berbagai cara, ada yang pergi
ke dukun, ada yang bertapa,
ada yang berndzar ingin melepaskan burung
peliharaannya kalau sampai
menemukan cek itu. Ada
yang menunggu kuburan dari
jam 12 malam sampai pagi,
pokoknya segala cara untuk menemukan cek itu
dilakukan oleh warga. Sampai
suatu ketika…
“Tuan Najib di bawa polisi!!”
kata pak tarmin sambil
terengah-engah menuju warung yang biasa jadi
tempat nongkrong bapak-
bapak
“Ah yang benar min?”
“Iya benar pak. Ayo kita ke
rumah tuan Najib” mereka berbondong-bondong menuju
rumah tuan Najib. Tidak
hanya bapak-bapak yang ada
di warung, ibu-ibu yang
tadinya ada di rumah tidak
mau ketinggalan. Ada dua mobil polisi yang
parkir di depan rumah tuan
Najib. Belum lama berselang,
seorang polisi keluar dari
rumah tuan Najib, menyusul
tuan Najib dengan tangan terborgol diapit oleh dua
orang polisi. Mukanya tidak
menampakkan kesombongan
seperti biasanya. Kepalanya
tertekuk menatap lantai.
Polisi menangkap tuan Najib atas tuduhan suap kepada
bupati Flamboyan, senilai satu
milyar rupiah. Mungkin cek
itu yang sempat hilang dan
ternyata sudah sampai ke
tangan polisi. Bruuukkk… tanpa diduga
tuan Najib ambruk ke lantai.
Dua orang polisi yang
berusaha menopang
badannya tidak kuat
menahan beban yang tiba-tiba itu. Warga semakin riuh ingin
melihat yang terjadi. Polisi itu
segera membawa tuan Najib
ke rumah sakit. Tapi ternyata
terlambat. Tuan Najib
meninggal karena serangan jantung. Hidupnya tidak bisa
diselamatkan.

0 komentar:

Post a Comment