Pages

13 July 2012

Kisah nyata: Tiduri aku ibu…!

.…Tersentak hati Bu Dina
mendengar permintaan
anaknya. Anak laki-lakinya
ingin ditiduri, ingin diberi
kehangatan
darinya….kehangatan seorang
wanita. Kehangatan…hmm……
—oooOooo—
Sebagai seorang wanita yang
cantik, Dina memiliki hampir segala yang diimpikan kaum
wanita. Parasnya ayu, manies
dan selalu enak dipandang.
Bentuk hidung, mata, alis,
bulu mata hingga ke garis pipi
yang tertata indah bak bulu perindu diatas bintang timur
diwaktu senja. Posturnya
tubuhnya sangat ideal untuk
seorang wanita. Kulitnya
yang putih dan jenis
rambutnya yang panjang hitam bergelombang
menambah nilai
keaggunannya. Kemolekan
lekuk tubuhnya
menyebabkan ia sering
disebut wanita terseksi. Dina, seorang wanita karir
pada salah satu perusahaan
swasta besar di Ibukota,
termasuk wanita yang cerdas.
Ditunjang pendidikan
formalnya yang merupakan alumni Pasca Sarjana
Komunikasi Universitas
ternama.
Loyalitas terhadap perusahaan
tidak diragukan lagi, sehingga
menjadikan dirinya sebagai salah satu ’maskot’ pegawai
diperusahaannya. Tak heran
bila karirnya bagai ’rising’
star. belum sepuluh tahun
bekerja, dia sudah menduduki
jabatan penting, setingkat Department Head (Kepala
Bagian). Dikenal dekat dengan
bawahan. Suppel dan mampu
berkomunikasi dengan baik
dengan jajaran pimpinan.
Tipikal Dina selalu menjadi bahan pembicaraan
dikalangan pegawai,
gunjingan hingga tentu saja
’fitnah’ dari orang-orang yang
tidak menyukainya. Apalagi
ketika terdengar kabar bahwa dia akan dipromosikan
menjadi salah satu deputy
kepala divisi.
’ah…paling dengan
keseksiannya’ kata mereka
yang tidak suka. —oooOooo— ”Ibu mau kemana….?” tanya
Fitri, puteri bungsunya
”Ibu mau berangkat ke
kantor nak…” jawab Dina,
sambil merapihkan
pakaiannya ”Kok masih gelap bu….bareng
ayah gak bu…?” tanya Fitri
lagi dengan bahasa anak yang
agak cadel
”Ayah khan belum pulang
nak. Masih di Bandung…” jawab dina, tanpa
memalingkan wajah dari
cermin hiasnya Jam masih menunjukkan pk.
04.25 pagi. Hari masih gelap.
Anak-anaknya masih terlelap,
kecuali Fitri yang terbangun
karena mendengar suara
peralatan riasnya. ”Aku tidak boleh terlambat…
aku harus tiba sebelum Bos
dan Klienku datang..” pikir
Dina dalam hati
”Bu, aku masih mau tidur….”
kata Fitri ”Iyya nak….”
.Dina mencium kening anak
puteri satu-satunya itu.
Dengan penuh kasih sayang
dipeluknya erat sambil
berkata pelan, ”Nanti sekolah sama si Mbok ya….sarapan
disekolah juga gak apa-apa
kok…Ibu harus berangkat
pagi-pagi…”
”Ah, Ibu…kemarin sudah pegi
pagi…kemarinnya lagi pagi, sekarang pagi lagi…” keluh
Fitri, dengan menggeleng-
gelengkan kepalanya
”Fitri, Ibu bekerja juga untuk
Fitri. Untuk sekolah Fitri dan
Adit…..untuk membelikan Fitri rumah-rumahan dan
masak-masakan…” jawab
Dina pelan
”Tapi Ibu selalu pulang malam.
Fitri gak pernah tidur bareng
Ibu. Makan sama si Mbok… sekolah juga sama si Mbok….”
keluh Fitri lagi sambil
menggulingkan tubuhnya.
”Fitri, Ibu mau
berangkat…..kamu berangkat
sama si Mbok ya…!” seru Dina dengan sedikit keras dan
wajah agak memerah.
Dina segera keluar kamar. Dia
memang tidur bersama anak
puterinya yang masih berusia
tiga tahun. Ketika akan membuka pintu kamar, Dina
menyempatkan diri melihat
raut wajahnya dicermin.
Terlihat jelas rona merah
diwajahnya. Warna kulitnya
yang putih menambah kejelasan ’rona merahnya’.
Dina menghela nafas panjang,
kemarahan sesaat telah
merubah tutur bahasanya.
Sudah merubah pula paras
ayunya… ”Huh…Fitri selalu membuat
aku marah….Fitri sering
memperlambat jalanku ke
kantor…” keluhnya sambil
mengusap keringat didahinya.
”Ah sudah pk. 04.45…aku bisa terlambat …”
Dina mempercepat
langkahnya. Sampai diteras
rumah keraguan muncul
dihatinya….Dia belum sempat
bicara dengan Adit, anak sulungnya…
”Ah dia khan sudah tujuh
tahun. Sudah lebih besar. Dia
pasti ngerti lah…” —oooOooo— Presentasi mengenai
pengembangan perusahaan,
khususnya bidang
komunikasi, kemitraan dan
pemasaran yang dipaparkan
Dina memdapatkan sambutan luar biasa dari Stake Holder
(Pemegang Saham, Komisaris,
Jajaran Direksi dan Mitra
Kerja). Sambutan itu ditandai
dengan tepuk tangan meriah
sambil berdiri dan ucapan selamat yang seolah tak
putus. Senyum sumringah tersembul
dari wajah Dina. Perasaan puas
memenuhi rongga hatinya.
Dia menghela nafas panjang.
Memejamkan mata
sesaat….”Akhirnya aku berhasil….”
Untung aku bisa
mempersiapkan diri dengan
baik. Untung juga aku tiba
lebih awal sehingga bisa
mengkondisikan semuanya……. ”Dina selamat ya….tidak sia-sia
kami menempatkan kamu
sebagai Dept Head Promosi &
Kemitraan…..” kata seorang
Direksi sambil menjabat erat
tangan Dina. Jabatan tangan yang terasa
’lain’. Terasa ada getaran
’hangat’ yang menjalar
melalui jari-jari terus hingga
pangkal tangan, dan meluncur
deras dihati. Jantung berdegup kencang…entah
perasaan apa itu. Yang jelas
perasaan itu membuatnya
pikirannya ’kacau’, hatinya
diliputi oleh suatu
misteri..entah misteri apa ”Dina, kerja kamu luar
biasa…..masih muda, cantik,
jenius….tak salah jika
Perusahaan memberimu posisi
tsb…..” kata seorang
Komisaris Pujian komisaris menambah
kencang degup jantungnya…
seolah darah berhenti
mengalir. Seolah kaki sulit
untuk digerakkan. Dengan
menghirup nafas pelan, Dina membalas pujian tsb
”Terima kasih Pak..terima
kasih…semua berkat bantuan
dan bimbingan Bapak…” ”Berapa usiamu sekarang…
adakah 40…?” tanya Komisaris
itu lagi
Dina tersipu malu…..rona
merah kembali menghiasi
wajahnya…. ”Saya baru 34…. Pak…” jawab
Dina sambil tertunduk malu
”Wow…Surprise…kita
memiliki calon direksi
termuda. Cantik, jenius dan
ber-visi…semoga kamu sukses ya….” Dina terkesima. Tak percaya.
Calon direksi….? ah, gak
mungkin… aku salah dengar…. —oooOooo— Minggu, pk. 04.00 Dina
terbangun.
Ohhhhh….lelah pikiran dan
badannya membuatnya agak
sedikit malas untuk bangun.
Namun undangan stake holder untuk sekedar minum
kopi pagi di Kafe Padang Golf
mengharuskan dia untuk
segera bergegas….. ”Ah….ngantuknya…..”
Dina kembali merahkan
badannya….rasanya dia ingin
meliburkan diri bersama
anak-anaknya….terutama
Fitri yang kemarin membuatnya sedikit marah….
Tapi…undangan Direksi dan
Komisaris adalah sebuah
’Perintah’…laksana titah Raja
yang harus dijalankan,
meskipun hanya ajakan sambil lalu… ”Ahhhh…..”
Dina mulai menyiapkan diri.
Mandi pagi dan sedikit
bersolek….tampil agak cantik
dan…hmmmm..seksi dikit
rasanya tidak apa-apa. Toh akan bersantai bersama
orang-orang penting
’penguasa’ kantor….’apalagi
bila….bila ada yg tertarik
padaku…’ pikirnya..
’ah pikiran ngelantur…..’ pikirnya lagi ”Ibuuuu….Tolong tiduri aku
Bu….” seru Adit sambil
berjalan pelan dan membawa
bantal guling yang sarung
entah kemana
”Adiiit….?” tanyanya heran ”Adiit….” seru Dina kembali.
Heran, tidak biasanya Adit
bangun pagi dan pindah ke
kamarnya.
”Ibuuu…tolong tiduri aku bu…
semalam aku gak bisa tidur… aku kepikiran Ayah….aku
ingin bermain bersama
Ayah….”
”Adit. Hari ini Ibu masuk
kantor….Ibu akan bertemu
Bos di kantor…” jawab Dina ”Ibuuu…tolong tiduri aku…
aku ngantuk …pengen tidur
bareng Ibu…” pinta Adit,
kemudian merebahkan
kepalanya di pangkuan Dina,
Ibundanya… Dina terdiam. Hatinya semakin
membuncah….perasaan malas
memenuhi undangan Direksi
kembali muncul….tapi
motivasi untuk
memperlihatkan loyalitas demikian tinggi…dus, dia
sudah berdandan seksi. Diusap-usap perlahan kepala
Adit. Rambutnya yang
sedikit ikal bergelombang
mirip seperti rambutnya.
Bentuk wajahnya yang agak
oval dan halus merujuk pada ayahnya… ”ahhh..aku jadi ingat Mas
Darman. Wajah Adit mirip
ayahnya….semalam dia
memberi kabar kalau Meeting
di bandung diperpanjang
karena banyak Klien baru yang ikut datang….” bathin
Dina dalam hati….seketika ia
merasa bersalah dengan
suaminya. ”Adiiit, Ibu harus pergi
sayang…..Ibu harus masuk
kantor…..”
”Tapi buu…” Adit tidak bisa
meneruskan kalimatnya,
karena Dina mengangkat kakinya perlahan, sehingga
kepala Adit berpindah ke
bagian pinggir tempat tidur. Dina meneruskan riasannya
dimuka cermin yang ada di
sisi kanan tempat tidurnya.
Bibirnya diolesi lipstick tipis
warna merah muda, sesuai
dengan pakaian yang dikenakannya. Pakaian
terbaik yang dimilikinya,
hadiah Ulang Tahun dari Mas
Darman suami tercinta. ”Mas Darman pasti akan silau
bila melihat aku sekarang.
Pasti akan memujiku
’Cantiiik’..hehehe…sayang
dandananku saat ini untuk
orang lain….” ”Huk..huk..huk..” suara batuk
kecil beriak keluar dari mulut
Adit
”Adiit, kamu batuk. Jajan apa
kamu kemarin” tanya Dina
sambil terus memainkan penghalus bedak dipipinya
”Huk..huk..huk..” suara itu
kembali terdengar
“Mboookkk….tolong
ambilkan air putih hangat.
Adit batuk nih” teriak Dina dari dalam kamarnya Tepat pk. 05.00 Dina meluncur
menuju Kafe Padang Golf.
Perjalanan akan memakan
waktu 30 menit. Cukuplah.
Karena pertemuan dan
sarapan kopi pagi baru akan dimulai pk. 06.00. Tapi
biasanya banyak yang sudah
datang dengan perlengkapan
stick golf, termasuk pemilihan
’caddy’ pendamping
permainan golfnya nanti. —oooOooo— Dina sangat menikmati
suasana Kopi Paginya. Dia
begitu cepat menyesuaikan
diri dengan lingkungannya.
Tidak ada lagi perasaan
canggung, malu dan minder bercengkerama dengan
jajaran Direksi, Komisaris dan
Pimpinan Unit Mitra Kerja.
Apalagi dalam acara yang
dikemas secara informal ini.
Seolah ia sudah menjadi bagian dari mereka. Jajaran
elit perusahaan. ”Penuhi jiwa ini dengan satu
rindu…rindu untuk
mendapatkan rahmat-Mu…
meski tak layak ku harap
debu Cinta-MU” ringtone HP
Dina berbunyi…. ”Maaf Pak,,,,,,,” Dina tak
sanggup meneruskan kata-
katanya untuk meminta ijin
mengangkat Hpnya
”Silakan ..silakan….ini suasana
santai kok” jawab salah seorang Direksi
”Permisi Pak”
”Meski begitu ku akan
bersimpuh… Penuhi jiwa ini
dengan satu rindu…rindu
untuk mendapatkan rahmat- Mu….” ringtone itu terus
berbunyi… Ditempat yang agak jauh dari
kerumunan orang Dina
mengangkat Hpnya…
”Hallo….” sapanya
”Bu…kamu ada dimana
sekarang….?” tanya suara disana dengan lembut
”Sedang bersama Direksi dan
komisaris di kantor.. Yahas…”
jawab Dina
Ohhh,…ternyata dari mas
Darman, suaminya. Dina terbiasa memanggilnya Ayah,
menyesuaikan diri dengan
panggilan anak-anaknya
”Loch emangnya masuk… ?”
tanya Mas Darman lagi
”Iyya Yah…” ”kapan pulangnya…Adit sakit
di rumah kata si Mbok…”
”nanti siang…..atau mungkin
juga sore…”
”Yaa sudah…biar Ayah saja
yang pulang segera” —oooOooo— Pk. 15.30 Dina kembali
kerumahnya. Sarapan Kopi
Pagi di kafe Padang Golf
ternyata diteruskan dengan
acara ramah tamah dan
meeting informal dengan Mitra Kerja dan Klien.
Beberapa Kontrak Kerja ’deal’
setengah kamar dalam ramah
tamah itu. Dina baru
mengetahui kalau banyak
’deal’ ’deal’ kontrak kerja yang putus di Kafe, Padang
Golf serta jamuan makan.
Mungkin karena lebih santai
dan informal….pikirnya,
sehingga lebih mudah untuk
bicara dari hati ke hati Tiba di ujung jalan
pemukiman, Dina melihat
banyak orang berduyun
menuju satu rumah dengan
membawa nampan, rantang
dan gelas-gelas kecil. ”Ada apa ini…?” tanya Dina
dalam hati Ada bendera kuning terikat di
atas tiang listrik tepi jalan…
”Ohh ada yang meninggal….”
Dina mempercepat
langkahnya. Ia juga ingin
melayat. Ia tak ingin juga tertinggal dalam urusan sosial
di lingkungannya…. Tak berapa lama Dina
tersentak. Kakinya kaku tak
bisa digerakkan….dia melihat
banyak orang berkerumun
dipekarangan rumahnya.
Kebanyakan ibu-ibu dan wanita yang mengenakan
pakaian berwarna gelap dan
berkerudung. Bapak-bapak
ada di ruang tengah… ”ohh…apakah…apakah…..”
”Tidaaaakkkkkkkkk” Dina mencoba untuk berlari.
Namun kakinya semakin sulit
bergerak. Air mata Dina deras mengalir
ketiak ia melihat seorang
bapak berpeci hitam dan
berpakaian muslim putih
sedang melantunkan ayat-
ayat Qur’an. Dari suaranya tersendat terlihat jelas bahwa
Bapak itu menahan tangis.
Kadang sesegukan sesekali
menghambat laju bacaan
Qur’annya.. ”Mas Darman…..Ayahhhhhh”
seru Dina setengah berteriak
“Ayah siapa yang meninggal
Yah….?” tanya Dina kepada
Bapak yang sedang mengaji
tadi ”Ayah..siapa yah….?”
tanyanya lagi
Bapak tadi tidak menjawab.
Telunjuk jarinya
mengisyaratkan bahwa Dina
bisa membuka kain kafan yang belum tertutup Dengan sedikit merangkak,
Dina berjalan tersendat, dan
membuka kain kafan
penutup wajah si mayit. ”Yaa Allah…Aadiiitttt” Dina
langsung memeluk tubuh
jenazah itu
”Maafkan Ibu Nak….maafkan
Ibu nak…….” teriak Dina
keras, membuat seisi rumah menoleh kepadanya. Bahkan
beberapa orang yang berada
di luar juga berlari kearah
rumah
”Adddiiiiittttt….Sini nak…Ibu
akan tiduri kamu…Ibu akan tidur bersamamu Nak…..”
”Addiiittttt bangun nak..Ibu
sudah pulang…Ibu sudah
pulang nak….”
”Ibu ingin tidur bersama
mu….” Dina meraung keras seperti
anak kecil yang kehilangan
orang tuanya….air matanya
mengalir deras. Tak kuasa
menahan sedih. Rasanya ingin
sekali ia menggoyang- goyangkan tubuh kaku itu
agar kembali
bergerak….namun Mas
Darman segera
merangkulnya. Memeluknya.
Dan mencium keningnya… ”Bu….ini salah kita..salah
Ayah….Ayah terlalu sering
meninggalkan keluarga..”
”Bukan Yah…ini salah Ibu…
tadi pagi Adit minta ditemani
tidur, tapi Ibu tolak…” ”Ya sudahlah…ini salah kita
semua. Adit terkena paru-
paru basah akut. Dan
terlambat ditolong…..” —oooOooo— Anak, isteri, suami dan
keluarga adalah perhiasan
dunia. Perhiasan yang paling
indah adalah istri yang sholeh
(Amar’atush-Sholihah), suami
yang adil (’imamun ’adilun) dan anak-anak yang
mendoakan orang tuanya
(awaladdun sholihin yad’ulah)

0 komentar:

Post a Comment