Pages

10 July 2012

Kisah: Tiga karung beras

Ini adalah makanan yang
tidak bisa dibeli dengan uang.
Kisah ini adalah
kisah nyata sebuah keluarga
yang sangat miskin, yang

memiliki seorang anak laki-laki. Ayahnya sudah
meninggal dunia, tinggalah ibu
dan anak
laki-lakinya untuk saling
menopang. Ibunya bersusah payah
seorang membesarkan
anaknya, saat itu kampung
tersebut belum memiliki
listrik. Saat membaca buku,
sang anak tersebut diterangi sinar lampu minyak,
sedangkan ibunya dengan
penuh kasih
menjahitkan baju untuk sang
anak. Saat memasuki musim gugur,
sang anak memasuki sekolah
menengah atas. Tetapi justru saat itulah
ibunya menderita penyakit
rematik yang parah
sehingga tidak bisa lagi
bekerja disawah. Saat itu setiap bulannya
murid-murid diharuskan
membawa tiga puluh kg beras
untuk dibawa kekantin
sekolah. Sang anak mengerti
bahwa ibuya tidak mungkin bisa memberikan tiga puluh
kg beras tersebut. Dan kemudian berkata kepada
ibunya: ” Ma, saya mau
berhenti sekolah dan
membantu mama bekerja
disawah”. Ibunya mengelus
kepala anaknya dan berkata : “Kamu memiliki niat seperti
itu mama sudah senang sekali
tetapi kamu
harus tetap sekolah. Jangan
khawatir, kalau mama sudah
melahirkan kamu, pasti bisa merawat dan
menjaga kamu. Cepatlah pergi
daftarkan kesekolah
nanti berasnya mama yang
akan bawa kesana”. Karena sang anak tetap
bersikeras tidak mau
mendaftarkan kesekolah,
mamanya menampar sang
anak tersebut. Dan ini adalah
pertama kalinya sang anak ini dipukul oleh mamanya. Sang anak akhirnya pergi juga
kesekolah. Sang ibunya terus
berpikir dan
merenung dalam hati sambil
melihat bayangan anaknya
yang pergi menjauh. Tak berapa lama, dengan
terpincang-pincang dan nafas
tergesa-gesa Ibunya
datang kekantin sekolah dan
menurunkan sekantong beras
dari bahunya. pengawas yang bertanggung
jawab menimbang beras dan
membuka kantongnya dan
mengambil segenggam beras
lalu menimbangnya dan
berkata : ” Kalian para wali murid selalu suka mengambil
keuntungan kecil, kalian lihat,
disini isinya campuran beras
dan gabah. Jadi kalian kira
kantin saya ini tempat
penampungan beras campuran”. Sang ibu ini pun
malu dan berkali-kali meminta
maaf kepada ibu pengawas
tersebut. Awal Bulan berikutnya ibu
memikul sekantong beras dan
masuk kedalam kantin. Ibu
pengawas seperti biasanya
mengambil sekantong beras
dari kantong tersebut dan melihat. Masih dengan alis
yang mengerut dan berkata:
“Masih dengan beras yang
sama”. Pengawas itupun
berpikir, apakah kemarin itu
dia belum berpesan dengan Ibu ini dan kemudian
berkata : “Tak perduli beras
apapun yang Ibu berikan
kami akan terima tapi
jenisnya harus dipisah jangan
dicampur bersama, kalau tidak maka beras yang
dimasak tidak bisa matang
sempurna. Selanjutnya kalau begini lagi,
maka saya tidak bisa
menerimanya”. Sang ibu sedikit takut dan
berkata : “Ibu pengawas,
beras dirumah kami
semuanya seperti ini jadi
bagaimana? Pengawas itu pun
tidak mau tahu dan berkata : “Ibu punya berapa
hektar tanah sehingga bisa
menanam bermacam-
macam jenis beras”. Menerima
pertanyaan seperti itu sang
ibu tersebut akhirnya tidak berani berkata
apa-apa lagi. Awal bulan ketiga, sang ibu
datang kembali kesekolah.
Sang pengawas kembali
marah besar dengan kata-kata
kasar dan berkata: “Kamu
sebagai mama kenapa begitu keras kepala, kenapa masih
tetap membawa beras yang
sama. Bawa pulang saja
berasmu itu !”. Dengan berlinang air mata
sang ibu pun berlutut di depan
pengawas tersebut
dan berkata: “Maafkan saya
bu, sebenarnya beras ini saya
dapat dari mengemis”. Setelah
mendengar kata sang ibu,
pengawas itu kaget dan tidak
bisa berkata apa-apa lagi. Sang
ibu tersebut akhirnya duduk
diatas lantai, menggulung celananya dan
memperlihatkan kakinya
yang sudah mengeras dan
membengkak. Sang ibu tersebut menghapus
air mata dan berkata: “Saya
menderita rematik
stadium terakhir, bahkan
untuk berjalan pun susah,
apalagi untuk bercocok tanam. Anakku sangat
mengerti kondisiku dan mau
berhenti sekolah untuk
membantuku bekerja
disawah. Tapi saya melarang
dan menyuruhnya bersekolah lagi.” Selama ini dia tidak memberi
tahu sanak saudaranya yang
ada dikampung
sebelah. Lebih-lebih takut
melukai harga diri anaknya. Setiap hari pagi-pagi buta
dengan kantong kosong dan
bantuan tongkat pergi
kekampung sebelah untuk
mengemis. Sampai hari sudah
gelap pelan-pelan kembali kekampung sendiri.
Sampai pada awal bulan
semua beras yang
terkumpul diserahkan
kesekolah. Pada saat sang ibu bercerita,
secara tidak sadar air mata
Pengawas itupun
mulai mengalir, kemudian
mengangkat ibu tersebut dari
lantai dan berkata: “Bu sekarang saya akan
melapor kepada kepala
sekolah, supaya bisa diberikan
sumbangan untuk keluarga
ibu.” Sang ibu buru- buru
menolak dan berkata: “Jangan, kalau anakku tahu
ibunya pergi mengemis untuk
sekolah anaknya,
maka itu akan
menghancurkan harga
dirinya. Dan itu akan mengganggu
sekolahnya. Saya sangat
terharu dengan kebaikan hati
ibu pengawas, tetapi
tolong ibu bisa menjaga
rahasia ini.” Akhirnya masalah ini
diketahui juga oleh kepala
sekolah. Secara diam- diam
kepala sekolah membebaskan
biaya sekolah dan biaya hidup
anak tersebut selama tiga tahun. Setelah Tiga
tahun kemudian, sang anak
tersebut lulus
masuk ke perguruan tinggi
qing hua dengan nilai 627
point. Dihari perpisahan sekolah,
kepala sekolah sengaja
mengundang ibu dari anak
ini duduk diatas tempat
duduk utama. Ibu ini merasa
aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai
tinggi, tetapi mengapa hanya
ibu ini yang
diundang. Yang lebih aneh lagi
disana masih terdapat tiga
kantong beras. Pengawas sekolah tersebut
akhirnya maju kedepan dan
menceritakan kisah sang ibu
ini yang mengemis beras demi
anaknya bersekolah. Kepala sekolah pun
menunjukkan tiga kantong
beras itu dengan penuh haru
dan berkata : “Inilah sang ibu
dalam cerita tadi.” Dan mempersilakan sang ibu
tersebut yang sangat luar
biasa untuk naik
keatas mimbar. Anak dari sang ibu tersebut
dengan ragu-ragu melihat
kebelakang dan melihat
gurunya menuntun mamanya
berjalan keatas mimbar. Sang
ibu dan sang anakun saling bertatapan. Pandangan
mama yang hangat dan
lembut kepada anaknya.
Akhirnya sang anak pun
memeluk dan merangkul erat
mamanya dan berkata: “Oh Mamaku……………… Inti dari Cerita ini adalah: Pepatah mengatakan: “Kasih
ibu sepanjang masa, sepanjang
jaman dan
sepanjang kenangan” Inilah
kasih seorang mama yang
terus dan terus memberi kepada anaknya tak
mengharapkan kembali dari
sang anak. Hati mulia seorang
mama demi menghidupi sang
anak berkerja tak kenal lelah
dengan satu harapan sang anak mendapatkan
kebahagian serta sukses
dimasa depannya. Mulai
sekarang, katakanlah kepada
mama dimanapun mama kita
berada dengan satu kalimat: ” Terimakasih Mama.. Aku
Mencintaimu, Aku
Mengasihimu… selamanya”.

0 komentar:

Post a Comment