Pages

10 July 2012

Sandaran masa depan

Alkisah, ada seorang anak
yang bertanya pada ibunya,
“Ibu, temanku tadi cerita
kalau ibunya selalu
membiarkan tangannya
sendiri digigit nyamuk sampai nyamuk itu kenyang supaya
ia tak menggigit temanku.

Apa ibu juga akan berbuat
yang sama?” Sang ibu tertawa dan
menjawab terus terang,
“Tidak. Tapi, Ibu akan
mengejar setiap nyamuk
sepanjang malam supaya
tidak sempat menggigit kamu atau keluarga kita.” Mendengar jawaban itu, si
anak tersenyum dan kembali
meneruskan kegiatan
bermainnya. Tak berapa lama
kemudian, si anak kembali
berpaling pada ibunya. Ternyata mendadak ia
teringat sesuatu. “Terus Bu,
aku waktu itu pernah dengar
cerita ada ibu yang rela tidak
makan supaya anak-anaknya
bisa makan kenyang. Kalau ibu bagaimana?” Anak itu
mengajukan pertanyaan yang
hampir sama. Kali ini sang Ibu menjawab
dengan suara lebih tegas, “Ibu
akan bekerja keras agar kita
semua bisa makan sampai
kenyang. Jadi, kamu tidak
harus sulit menelan karena melihat ibumu menahan
lapar.” Si anak kembali tersenyum,
dan lalu memeluk ibunya
dengan penuh sayang.
“Makasih, Ibu. Aku bisa selalu
bersandar pada Ibu.” Sembari mengusap-usap
rambut anaknya, sang Ibu
membalas, “Tidak, Nak! Tapi
Ibu akan mendidikmu supaya
bisa berdiri kokoh di atas
kakimu sendiri, agar kamu nantinya tidak sampai jatuh
tersungkur ketika Ibu sudah
tidak ada lagi di sisimu. Karena
tidak selamanya ibu bisa
mendampingimu.” Ada berapa banyak orangtua
di antara kita yang sering kali
merasa rela berkorban diri
demi sang buah hati? Tidak
sadarkah kita bahwa sikap
seperti itu bisa menumpulkan mental pemberani si anak? Jadi, adalah bijak bila semua
orangtua tidak hanya
menjadikan dirinya tempat
bersandar bagi buah hati
mereka, melainkan juga
membuat sandaran itu tidak lagi diperlukan di kemudian
hari. Adalah bijak jika para
orangtua membentuk anak-
anaknya sebagai pribadi
mandiri kelak di saat orangtua
itu sendiri tidak bisa lagi mendampingi anak-anaknya
di dunia.

0 komentar:

Post a Comment