Pages

17 July 2012

Ayah,anak dan burung gagak

Pada suatu petang seorang tua
bersama anak mudanya yang
baru menamatkan pendidikan
tinggi duduk berbincang-
bincang di halaman sambil

memperhatikan suasana di sekitar mereka. Tiba-tiba seekor burung gagak
hinggap di ranting pokok
berhampiran. Si ayah
lalumenuding jari ke arah
gagak sambil bertanya, “Nak, apakah benda itu?” “Burung gagak”, jawab si
anak. Si ayah mengangguk-angguk,
namun sejurus kemudian
sekali lagi mengulangi
pertanyaan yang sama. Si
anak menyangka ayahnya
kurang mendengar jawabannya tadi, lalu
menjawab dengan sedikit
kuat, “Itu burung gagak, Ayah!” Tetapi sejurus kemudian si
ayah bertanya lagi
pertanyaan yang sama. Si anak merasa agak keliru
dan sedikit bingung dengan
pertanyaan yang sama
diulang-ulang, lalu menjawab
dengan lebih kuat, “BURUNG GAGAK!!” Si ayah
terdiam seketika. Namun tidak lama kemudian
sekali lagi sang ayah
mengajukan pertanyaan yang
serupa hingga membuat si
anak hilang kesabaran dan
menjawab dengan nada yang kesal kepada si ayah, “Itu gagak, Ayah.” Tetapi
agak mengejutkan si anak,
karena si ayah sekali lagi
membuka mulut hanya untuk
bertanya hal yang sama. Dan
kali ini si anak benar-benar hilang sabar dan menjadi
marah. “Ayah!!! Saya tak tahu Ayah
paham atau tidak. Tapi sudah
5 kali Ayah bertanya soal hal
tersebut dan saya sudah juga
memberikan jawabannya.
Apa lagi yang Ayah mau saya katakan???? Itu burung gagak, burung
gagak, Ayah…..”, kata si anak
dengan nada yang begitu
marah. Si ayah lalu bangun menuju ke
dalam rumah meninggalkan si
anak yang kebingungan. Sesaat kemudian si ayah
keluar lagi dengan sesuatu di
tangannya. Dia mengulurkan
benda itu kepada anaknya
yang masih geram dan
bertanya-tanya. Diperlihatkannya sebuah diary
lama. “Coba kau baca apa yang
pernah Ayah tulis di dalam
diary ini,” pinta si Ayah. Si anak setuju dan membaca
paragraf berikut. “Hari ini aku di halaman
melayani anakku yang genap
berumur lima tahun. Tiba-tiba
seekor gagak hinggap di
pohon berhampiran. Anakku
terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya, “Ayah, apa itu?” Dan aku menjawab, “Burung gagak.” Walau bagaimana pun,
anakku terus bertanya soal
yang serupa dan setiap kali
aku menjawab dengan
jawaban yang sama. Sehingga
25 kali anakku bertanya demikian, dan demi rasa cinta
dan sayangku, aku terus
menjawab untuk memenuhi
perasaan ingin tahunya. “Aku berharap hal ini menjadi
suatu pendidikan yang
berharga untuk anakku
kelak.” Setelah selesai membaca
paragraf tersebut si anak
mengangkat muka
memandang wajah si Ayah yang kelihatan sayu. Si
Ayah dengan perlahan
bersuara, “Hari ini Ayah baru bertanya
kepadamu soal yang sama
sebanyak 5 kali, dan kau telah hilang kesabaran serta
marah.” Lalu si anak seketika itu juga
menangis dan bersimpuh di
kedua kaki ayahnya
memohon ampun atas apa yg
telah ia perbuat. PESAN: Jagalah hati dan perasaan
kedua orang tuamu,
hormatilah mereka. Sayangilah mereka
sebagaimana mereka
menyayangimu di waktu
kecil. Kita sudah banyak
mempelajari tuntunan
Islam apalagi berkenaan
dengan berbakti kepada kedua orangtua.
Tapi berapa banyak yang
sudah dimengerti oleh
kita apalagi diamalkan??? Ingat! ingat! Banyak ilmu
bukanlah kunci masuk
syurganya Allah.

0 komentar:

Post a Comment