Pages

8 July 2012

Multi level pahala

Istilah multilevel pada
hakikatnya tidak hanya kita
dapatkan pada bisnis semata.
Namun, pahala pun bias
menjadi multilevel bagi kita.
Bagaimana caranya? Rasulullah SAW
menjelaskan, “Jika anak
Adam meninggal, amalnya
terputus, kecuali tiga
perkara: sedekah jariyah
(wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh
yang mendoakannya (orang
tuanya).” (HR Muslim). Hadis di atas dengan jelas
menginformasikan kepada
kita bahwa walau kita sudah
meninggal dunia dan amal
perbuatan kita sudah
terputus, kesempatan untuk mendapatkan pahala tetap
terbuka bagi kita dengan
mengamalkan salah satu dari
ketiga hal di atas. Semakin sering orang
melakukan sedekah jariyah
atau wakaf, semakin
banyak pahala yang akan ia
dapatkan di akhirat kelak.
Pahala tersebut tidak akan terputus selama orang yang
masih hidup itu terus
merasakan manfaat dari
sedekah atau wakaf
tersebut. Begitu juga dengan
mengamalkan ilmu atau
mengajar. Jika pada level
pertama kita hanya memiliki
sepuluh orang murid,
kemudia setiap satu orang dari murid tersebut juga
mengajarkan ilmu yang kita
ajarkan kepada sepuluh
orang yang lain; kita pun
sudah mendapatkan pahala
sebanyak seratus pahala. Semakin banyak murid kita
yang mengamalkan
ilmunyak, semakin banyak
pula pahala yang akan kita
dapatkan di akhirat kelak. Semakin sering ilmu tersebut
mereka amalkan, semakin
banyak pula pahala yang
mengalir kepada kita. Itulah
yang dimaksud dengan
multilevel pahala atau yang dalam bahasa agama disebut
pahala yang mengalir. Menurut Imam Al Suyuti
(wafat 911H), bila semua
hadis mengenai multilevel
pahala dikumpulkan,
semuanya berjumlah sepuluh
amal. Mulai dari ilmu yang bermanfaat; mewakafkan
buku, kitab, atau Alquran;
berjuang dan membela Tanah
Air; membuat sumur dan
irigasi; membangun tempat
penginapan bagi para musafir; hingga membangun
tempat ibadah dan tempat
belajar. Itulah sebabnya para ulama
pada zaman dulu berlomba-
lomba mengerjakan amal-
amal di atas. Mereka semua
membuang jauh-jauh
egonya untuk mementingkan diri sendiri.
Kiranya, sudah saatnya bagi
kita meneladani apa yang
mereka lakukan pada zaman
dulu. Sehingga, timbangan
amal kebaikan kita lebih berat daripada timbangan
amal buruk. Wallahu a’lam
bishawab.

0 komentar:

Post a Comment