Pages

26 July 2012

Menggapai cahaya Illahi

( Transcript Ceramah Prof.
Quraish Shihab ) Siapa yang hanya hendak
mengandalkan rasionya dan
tidak mengandalkan
kalbunya, maka dia telah
mereduksi kemanusiaannya.

Itu persis seseorang yang ingin menikmati musik
dengan matanya atau persis
seseorang yang ingin berjalan
dengan kepalanya. Dan,
cahaya Ilahi itu bisa diperoleh
melalui pembersihan hati (kalbu). Ada perbedaan antara
siraman rohani dan uraian
ilmiah. Uraian ilmiah itu
arahnya ke akal kita serta
baru dianggap baik dan
sukses kalau ada sesuatu yang baru diterima, berbeda
dengan siraman rohani.
Siraman rohani itu tertuju ke
kalbu kita, yang bisa saja
didengar berulang-ulang
karena belum mantap di hati sebelumnya, sehingga
pengulangan itu akan
memantapkan hatinya,
apalagi kalau hati itu terbuka. Itulah salah satu perbedaan
antara uraian ilmiah dan
uraian yang bersifat siraman
rohani, karena memang ilmu
itu berbeda dengan iman.
Ilmu itu titik tolaknya akal, sedangkan iman itu titik
tolaknya kalbu; Iman itu
menyesuaikan seseorang
dengan jati dirinya,
sedangkan ilmu itu
menyesuaikan seseorang dengan lingkungannya; Ilmu
itu mempercepat seseorang
sampai ke tujuan, sedangkan
iman itu menentukan arah
yang dituju seseorang; Iman
itu revolusi internal, sedangkan ilmu itu revolusi
eksternal; Iman itu
memelihara seseorang dari
petaka ukhrawi, sedangkan
ilmu itu memelihara seseorang
dari petaka duniawi; Iman itu diibaratkan dengan air bah
yang suaranya sangat
germuruh tetapi selalu
menenangkan pemiliknya,
sedangkan ilmu itu
diibaratkan dengan air telaga yang jernih tetapi tidak
jarang mengeruhkan hati
pemiliknya. Dalam tulisan yang singkat ini,
saya ingin menguraikan
tentang Fathullah. “Fath” itu
terambil dari kata fataha
yang artinya membuka.
Sesuatu yang terbuka tadinya tertutup, tidak dibuka kalau
dia sudah terbuka, kecuali
kalbu. Bisa saja kalbu itu
sudah terbuka tetapi masih
harus dibuka lagi, dalam arti
dilebarkan dan dilebarkan lagi, hingga makin banyak
cahaya Ilahi yang ditampung.
Ketika kita berkata fathullah,
maka yang membuka itu
adalah Allah. Hati ini dalam
bahasa al-Quran biasa dilukiskan dengan kata nafs,
biasa dilukiskan dengan kata
qalbu, dan biasa juga
dilukiskan dengan kata fu’ad. Nafs adalah sisi dalam
manusia, sedangkan qalbu
mempunyai tiga tempat,
yaitu: pertama, mengandung
segala sesuatu yang disadari
manusia dan dia tidak segan orang lain tahu isinya; kedua,
segala sesuatu yang disadari
manusia tetapi dia enggan
diketahui orang lain. Itulah
yang dirahasiakan; dan
ketiga, sesuatu yang pernah diketahui oleh manusia tetapi
sudah dilupakan, sehingga dia
telah berada di bawah sadar
manusia. Fu’ad adalah apa
yang disadari. Allah berfirman, “intajhar bil
qaul fainnahu ya’lamu as-sirra
wa akhfa”. Kalau engkau
berucap dengan ucapan yang
jelas, maka Allah mengetahui
itu dan mengetahui yang rahasia, mengetahui juga
yang lebih rahasia dari rahasia
(kalbu). Ada juga yang dinamakan al-
futuhat al-Ilahiyah dan al fath
ar-rabbani, selain istilah
fathulllah. “Fath” bisa
digunakan untuk terbukanya
kalbu dalam menerima pengetahuan. Pengetahuan
terbagi dua, yaitu ada yang
diusahakan manusia, yang
diisyaratkan dengan ‘allama
bil qalam, dan ada yang tidak
diusahakan manusia, yang diisyaratkan oleh ‘allama al-
insana ma lam ya’lam. Yang
terakhir ini puncaknya adalah
wahyu dan tingkat yang
paling rendah adalah mimpi.
Mimpi ada yang merupakan sesuatu yang dipikirkan
sebelum tidur dan ada yang
merupakan sesuatu yang
dialami sewaktu tidur,
kemudian melahirkan mimpi,
seperti orang yang mimpi tercekik, boleh jadi ada bantal
di lehernya. Ada juga mimpi
yang bersumber dari Allah
Swt, itulah mimpi orang-
orang shaleh dan mimpi yang
dialami oleh para Nabi, seperti yang dialami Nabi Yusuf As.
dan Nabi Ibrahim As. Mimpi
ini menjadi salah satu bentuk
dari al fath ar-rabbani,
terbukanya apa yang
tersingkap. Semua yang bersumber dari
Allah Swt. adalah cahaya
Ilahi. Cahaya Tuhan itu wahyu
Tuhan yang bisa dilukiskan
seperti sinar matahari, bukan
saat teriknya matahari tetapi saat naiknya matahari
sepenggalan. Itulah waktu
adh-dhuha. Sinar ini tidak
membeda-bedakan objeknya.
Siapapun yang bersedia
keluar, dia akan mendapatkan sinar itu. Siapapun yang
membuka hatinya, niscaya
Allah akan mencurahkan
cahaya ke dalam hatinya.
Tetapi ingat, sinar hanya
menembus objek yang transparan. Sinar tidak
menembus tembok ini. Tetapi,
sinar itu bisa memantul. Bisa
saja saya menyampaikan
informasi yang tidak mau
anda terima, tetapi justru diterima dan dimanfaatkan
oleh orang lain. Sinar Ilahi
persis seperti itu, tidak
membeda-bedakan. Dia akan
menjadi al-fath ar-rabbani
atau terbukanya hati yang hanya akan dilakukan oleh
Allah, apabila hati ini
merupakan sebuah tempat
yang transparan. Semua anugerah Allah yang
berupa kebajikan itu tidak
akan terlaksana kecuali
setelah melalui tiga fase, yaitu
datang dari Allah Swt, datang
dari manusia, dan datang lagi dari Allah. Saya akan berikan
contoh, bagaimana al-fath ar-
rabbani atau terbukanya hati
itu melangkah. Langkah yang
pertama adalah memperoleh
taubat. Taubat itu adalah stasiun pertama menuju Allah
Swt. Taubat tidak bisa
terlaksana kecuali kalau Allah
terlebih dulu membuka
langkah itu. Baca sewaktub
Adam As. berdosa, Allah melangkah lebih dulu dengan
memberikan kalimat-kalimat
kepada Adam As, “fatalaqqa
adamu min rabbihi kalimat”.
Begitu dia menerima ayat-
ayat itu, datang langkah kedua dari Adam dengan
membaca doa, “rabbana
dzalamna anfusana fain lam
taghfirlana wa tarhamna
lanakunanna min al-khasirin”.
Setelah itu, baru datang pengabulan taubat Allah
sebagai langkah ketiga. Allah Swt melalui rasulnya
sudah melangkah yang
pertama bersama rasulnya.
Setelah turun ayat-ayat al-
Quran ini, terserah kita apa
kita sudah siap membuka hati kita. Kalau siap, yakinlah
bahwa al-fath ar-rabbani akan
datang kepada kita yang
telah membuka hatinya.
Adapun yang menutup
hatinya jangan harap akan memperoleh fathullah itu (al-
fath ar-rabbani). Sinar
matahari itu bermacam-
macam, ada yang dapat kita
lihat dengan pandangan mata
kita, tetapi ada juga sinar yang tidak terdeteksi oleh
mata kita, ada sinar gamma,
ada gelombang-gelombang
radio, dan ada juga yang
dinamakan dengan sinar ultra
violet. Orang-orang yang terbuka
hatinya akan menyadari
bahwa boleh jadi ada hal-hal
dalam kehidupan dunia ini
atau dalam firman-firman
Allah yang baru masuk ke dalam hati bukan melalui rasio
tetapi melalui kalbu. Ini perlu
saya tekankan, apalagi para
mahasiswa. Ada orang yang
berkata, semua harus bersifat
rasional. Saya katakan, siapa yang hanya hendak
mengandalkan rasionya dan
tidak mengandalkan
kalbunya, maka dia telah
mereduksi kemanusiaannya.
Orang yang ingin memahami segala sesuatu dengan
rasionya, itu persis seseorang
yang ingin menikmati musik
dengan matanya atau persis
seseorang yang ingin berjalan
dengan kepalanya. Ada hal-hal dalam kehidupan
kita ini yang baru dapat
dipahami hanya dengan
melalui kalbu kita, melalui
siraman cahaya Ilahi. Nah, itu
diperoleh melalui pembersihan hati ini, bukan diperoleh
melalui korekan kuping dan
bukan pula diperoleh dengan
basuhan mata. Oleh karena
itu, hati bisa menjadi wadah
dan bisa juga menjadi alat. Ada orang yang hatinya
hanya bagaikan kolam diisi
dengan pengetahuan dari luar
dan ada juga orang yang
hatinya seperti sumur. Di samping sebagai wadah,
juga sumur itu adalah sumber
datangnya air dari dalam, di
mana air yang bersumber dari
mata air itu jauh lebih jernih
daripada air yang datang dari luar. Dengan demikian, bila
ingin mendapatkan fathullah
atau al-fath ar-rabbani,
jadikanlah kalbu anda sumur.
Untuk membuat sumur, gali
batu-batunya dan keluarkan tanah-tanahnya sampai anda
menemukan mata air. Dalam
arti lain, keluarkan kotoran-
kotoran yang ada di dalam
hati, niscaya akan datang
kepada anda al-futuhat al- Ilahiyah sampai datangnya
pengetahuan yang tidak anda
usahakan tetapi langsung
datang dari Allah Swt.
Wallahu A’lam bi ash-Shawab

0 komentar:

Post a Comment