Pages

8 July 2012

Kisah penebang kayu

Ada kisah seorang pedagang
kayu menerima lamaran
seorang pekerja untuk
menebang pohon dihutannya.
Karena gaji yang dijanjikan
dan kondisi kerja yang bakal diterima sangat baik, sehingga
si calon pekerja itupun
bertekad untuk bekerja
sebaik mungkin.
Saat mulai bekerja, si majikan
memberikan sebuah kapak dan menunjukan area kerja
yang harus diselesaikan
dengan target waktu yang
telah ditentukan kepada si
penebang kayu.
Hari pertama bekerja, dia berhasil menebang 8 batang
pohon. Sore hari, mendengar
hasil kerja si penebang kayu,
sang majikan terkesan dan
memberikan pujian dengan
tulus, “Hasil kerjamu sangat luar biasa. Saya sangat kagum
dengan kemampuanmu
menebang pohon-pohon itu.
Belum pernah ada yang
sepertimu sebelum ini.
Teruskan bekerja seperti itu”. Sangat termotivasi oleh pujian
majikannya, keesokan
harinya si penebang kayu
bekerja lebih keras lagi, tetapi
ia hanya bisa merobohkan 7
batang pohon. Hari ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, tetapi
hasilnya tetap tidak
memuaskan bahkan
cenderung mengecewakan.
Semakin bertambahnya hari,
semakin sedikit pohon yang berhasil ia robohkan.
“Sepertinya aku telah
kehilangan kemampuan dan
kekuatanku, bagaimana aku
dapat
mempertanggungjawabkan hasil kerjaku kepada
majikanku”?, pikir si
penebang kayu merasa malu
dan putus asa. Dengan kepala
tertunduk dia menghadap
majikannya, meminta maaf atas hasil kerjanya yang
kurang memadai dan mngeluh
tidak mengerti apa yang telah
terjadi. Sang majikan
menyimak dengan seksama
dan bertanya kepadanya, “Kapan terakhir kali kamu
mengasah kapak?”. Mengasah
kapak? Saya tidak punya
waktu untuk itu, saya sangat
sibuk setiap hari menebang
pohon dari pagi sampai sore dengan sekuat tenaga”. Kata si
penebang kayu.
Nah disinilah masalahnya.
Ingat pertama kali kamu
kerja ? Dengan kapak baru
dan terasah, maka kamu bisa menebang pohon dengan hasil
yang sangat luar biasa. Hari-
hari berikutnya , dengan
tenaga yang sama,
menggunakan kapak yang
sama tetapi tidak diasah, kamu tahu sendiri hasilnya
semakin menurun. Maka
sesibuk apapun, kamu harus
meluangkan waktumu untuk
mengasah kapakmu, agar
setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama akan
mendapatkan hasil yang
maksimal.
Istirahat bukan berarti
berhenti, tetapi untuk
menempuh perjalanan yang lebih jauh lagi. Sama seperti si
penebang pohon tadi, kitapun
setiap hari, dari pagi sampai
sore, seolah terjebak dalam
rutinitas terpola. Sibuk, sibuk
dan sibuk, sehingga seringkali melupakan sisi lain yang sama
pentingnya yaitu istirahat
sejenak mengasah dan
mengisi hal-hal baru untuk
menambah pengetahuan,
wawasan dan spiritual. Jika kita mampu mengatur ritme
kegiatan seperti ini, pasti
kehidupan kita akan menjadi
dinamis, berwawasan, dan
selalu baru.

0 komentar:

Post a Comment