Di sebuah hutan, tinggallah seekor serigala pincang. Hewan itu hidup
bersama seekor harimau yang besar berbadan coklat keemasan. Luka yang di
derita serigala, terjadi ketika ia berusaha menolong harimau yang di
kejar pemburu. Sang serigala berusaha menyelamatkan kawannya. Namun
sayang, sebuah panah yang telah di bidik malah mengenai kaki
belakangnya.
Kini, hewan bermata liar itu tak bisa berburu lagi bersama
harimau, dan tinggal di sebuah gua, jauh dari perkampungan penduduk.
Sang harimau pun tahu bagaimana membalas budi. Setiap selesai berburu,
di mulutnya selalu tersisa sepotong daging untuk dibawa pulang. Walaupun
sedikit, sang serigala selalu mendapat bagian daging hewan buruan. Sang
harimau paham, bahwa tanpa bantuan sang kawan, ia pasti sudah mati
terpanah si pemburu. Sebagai balasannya, sang serigala selalu berusaha
menjaga keluarga sang harimau dari gangguan hewan-hewan lainnya.
Lolongan serigala selalu tampak mengerikan bagi siapapun yang mendengar.
Walaupun sebenarnya ia tak bisa berjalan dan hanya duduk teronggok di
pojok gua.
Rupanya, peristiwa itu telah sampai pula ke telinga seorang pertapa.
Sang pertapa, tergerak hatinya untuk datang, bersama beberapa orang
muridnya. Ia ingin memberikan pelajaran tentang berbagi dan
persahabatan, kepada anak didiknya. Ia juga ingin menguji keberanian
mereka, sebelum mereka dapat lulus dari semua pelajaran yang diberikan
olehnya. Pada awalnya banyak yang takut, namun setelah di tantang,
mereka semua mau untuk ikut.
Di pagi hari, berangkatlah mereka semua. Semuanya tampak beriringan,
dipandu sang pertapa yang berjalan di depan rombongan. Setelah seharian
berjalan, sampailah mereka di mulut gua, tempat sang harimau dan
serigala itu menetap. Kebetulan, sang harimau baru saja pulang dari
berburu, dan sedang memberikan sebongkah daging kepada serigala. Melihat
kejadian itu, sang pertapa bertanya bertanya kepada murid-muridnya,
“Pelajaran apa yang dapat kalian lihat dari sana..?”.Seorang murid
tampak angkat bicara, “Guru, aku melihat kekuasaan dan kebaikan Tuhan.
Tuhan pasti akan memenuhi kebutuhan setiap hamba-Nya. Karena itu, lebih
baik aku berdiam saja, karena toh Tuhan akan selalu memberikan rezekinya
kepada ku lewat berbagai cara.”
Sang pertapa tampak tersenyum. Sang murid melanjutkan ucapannya,
“Lihatlah serigala itu. Tanpa bersusah payah, dia bisa tetap hidup, dan
mendapat makanan.” Selesai bicara, murid itu kini memandang sang guru.
Ia menanti jawaban darinya. “Ya, kamu tidak salah. Kamu memang
memperhatikan, tapi sesungguhnya kamu buta. Walaupun mata lahirmu bisa
melihat, tapi mata batinmu lumpuh. Berhentilah berharap menjadi
serigala, dan mulailah berlaku seperti harimau.”
***
Adalah benar bahwa Tuhan ciptakan ikan kepada umat manusia. Adalah benar
pula, Tuhan menghamparkan gandum di tanah-tanah petani. Tapi apakah
Tuhan ciptakan ikan-ikan itu dalam kaleng-kaleng sardin? Atau, adakah
Dia berikan kepada kita gandum-gandum itu hadir dalam bentuk seplastik
roti manis? Saya percaya, ikan-ikan itu dihadirkan kepada kita lewat
peluh dan kerja keras dari nelayan. Saya
juga pun percaya, bahwa gandum-gandum terhidang di
meja makan kita, lewat usaha dari para petani, dan kepandaian mereka mengolah alat panggang roti.
Begitulah, acapkali memang dalam kehidupan kita, ada fragmen tentang
serigala yang lumpuh dan harimau yang ingin membalas budi. Memang tak
salah jika disana kita akan dapat menyaksikan
kebesaran dan kasih sayang dari Tuhan. Dari sana pula kita akan
mendapatkan pelajaran tentang persahabatan dan kerjasama. Namun, ada
satu hal kecil yang patut diingat disana, bahwa: berbagi, menolong,
membantu sudah selayaknya menjadi prioritas dalam kehidupan kita. Bukan
karena hal itu adalah suatu keterpaksaan, bukan pula karena di dorong
rasa kasihan
dan ingin membalas budi.
Berbagi dan menolong, memang sepatutnya mengalir
dalam darah kita. Disana akan ditemukan nilai-nilai dan percikan cahaya
Tuhan. Sebab disana, akan terpantul bahwa kebesaran Tuhan hadir dalam
tindak dan perilaku yang kita lakukan. Di dalam berbagi akan bersemayan
keluhuran budi, keindahan hati dan keagungan kalbu. Sahabat, jika kita
bisa memilih, berhentilah berharap menjadi serigala lumpuh, dan mulailah
meniru teladan harimau.
0 komentar:
Post a Comment