Pages

1 August 2012

Sejenak menghela nafas

Suatu ketika ada seorang
anak dan ayahnya yang
mengelola sebuah lahan
pertanian kecil. Beberapa kali
dalam setahun mereka
mengangkut hasil pertaniannya ke kota untuk
dijual. Ayah dan anak itu
berbeda, sang ayah biasa
bekerja tenang sedangkan
sang anak selalu tergesa-gesa. Suatu pagi mereka
menyiapkan pedatinya untuk
membawa hasil pertaniannya
ke kota.Anak itu berpikir jika
ia memacu lembu penarik
pedatiya dengan lebih cepat serta berjalan siang-malam,
tentu ia akan sampai esok hari
pagi-pagi benar.Tenanglah
Nak, biar lambat asal selamat”
Kata si ayah “Tapi kalau kita tiba lebih dulu
dari yang lain, kesempatan
kita untuk menjual dengan
harga yang baik akan lebih
terbuka” Jawab sang anak. Ayahnya diam saja, lalu
menarik topinya dan tidur
diatas pedati yang
dikemudikan sang anak.
Setelah empat jam mereka
melalui sebuah dusun dimana pamannya tinggal. “Berhentilah dulu disini nak,
sudah lama aku tidak bertemu
pamanmu” pinta sang ayah “Tapi yah,…” sang anak coba
menolak, namun sang ayah
terlanjur turun menyapa
pamannya. Satu jam berlalu. Ayahnya
dan pemannya selesai
mengobrol dan tertawa
bersama, sedang si Anak
mukanya masam. Perjalanan
kembali dilanjutkan kali ini giliran sang ayah yang
menuntun lembu sedangkan
sang anak naik diatas pedati.
Hingga kemudian mereka
bertemu sebuah
persimpangan, sang ayah menuntun lembunya ke arah
kanan. “Lewat kiri lebih cepat yah”
sela sang anak “Tapi lewat kanan
pemandangannya lebih indah”
Jawab sang ayah “Tidakkah ayah menghargai
waktu” sang anak bicara kesal “Oh tentu saja, justru karena
aku sangat menghargai
waktu maka tiap detik harus
bisa kunikmati
keindahannya” Jalur itu memang sangat
indah, apalagi tampak jelas
pesona terbenamnya
matahari. Tapi tentu saja sang
anak tak bisa menikmatinya.
Hati dan mulutnya terus mengomel, Ketika malam tiba,
di dekat sebuah sungai yang
mengalir jernih sang ayah
menghentikan lembunya. “Mari kita beristirahat disini
nak” “Ini perjalanan terakhirku
denganmu yah, kau lebih
mementingkan menikmati
keindahan alam daripada
mencari uang Yah” “Itu kata-katamu yang paling
indah dari tadi pagi Nak”
Jawab sang ayah sambil
memejamkan mata Malam berlalu, bintang dan
bulan bersinar indah. Tapi
tetap sang anak tak bisa
memejamkan matanya
dengan tenang. Hari itu dia
sangat kesal pada ayahnya. Pagi-pagi sekali sebelum
matahari terbit sang anak
segera membangunkan
ayahnya, dan kemudian
melanjutkan perjalanan. Di tengah jalan mereka
melihat seorang petani yang
tak mereka kenal sedang
berusaha menarik pedatinya
yang terperosok ke parit. “Mari kita bantu dia” Kata
sang ayah “Dan kembali kehilangan
waktu?” tanya sang anak “santai nak, suatu waktu bisa
jadi kau yang terperosok
dalam parit.” Hampir jam delapan pagi saat
mereka selesai menarik pedati
itu kembali kejalan. Dan langit berwana gelap. “Kelihatannya hujan di kota”
kata sang ayah “Kalau saja tadi kita buru-
buru pasti kita telah menjual
dagangan kita” gerutu sang
anak” Tenang saja nak, kau
pasti akan bertahan lebih lama
dan menikmati hidup lebih banyak lagi” nasihat sang
ayah Hari menjelang saat mereka
mencapai bukit dan
memandang kota yang
mereka tuju dibawah bukit
itu. Mereka terdiam, hingga
sang anak berkata “Aku mengerti apa maksud ayah”. Merekapun memutar pedati
dari kota tujuan mereka
semula, Hiroshima,15 Agustus
1945 …………………………………………
……… Sahabat terkadang rutinitas
kita bekerja, berumah tangga.
bermasyarakat membuat kita
tak mampu menikmati proses
yang terjadi pada diri dan
sekitar kita. Padatnya kesibukan, membuat seakan
waktu terasa tak cukup.
Bahkan sepertinya kita perlu
meminta tambahan satu hari
lagi dalam sepekan untuk
menampung seluruh aktivitas kita. Bertindak cepat untuk
semua persoalan seolah-olah
menjadi satu-satunya solusi
dari padatnya aktivitas kita.
Bukan hanya itu kita juga
dituntut untuk mampu berfikir lebih cepat bahkan
bernafas dengan detakkan
lebih cepat. Itu semua tak salah, tapi
tanpa disadari itu semua
membuat Anda kesal , tak
mampu merasakan
keindahan, tak sabar. Cobalah sejenak menghela
nafas Anda, hingga kemudian
detak nafas Anda melambat.
Dan rasakanlah saat nafas
Anda lebih tenang, Anda
dapat fokus kembali terhadap masalah Anda. Bahkan luar
biasanya Anda akan rasakan
kedamaian dihati Anda
seberat apapun masalah Anda.
Helalah nafas sekali lagi.
Kemudian helalah sekali lagi dan rasakan sensasi nafas
yang Anda hirup pada tubuh
Anda. Dan lama kelamaan
Anda akan menjadi hening
Belajarlah untuk sering
menghela nafas maka Anda akan selalu belajar tentang
keheningan. Blaise Pascal
bilang “Masalah pada manusia
muncul karena manusia tak
pernah bisa sejenak untuk
hening”. Rosul pernah berkata”
Istirahatlah kamu dengan
sholat” Dalam tuntunan sholat
khusyuk ada yang disebut
dengan tumaninah yang
mudahnya diartikan dengan tenang, maka gerakannya
tenang tidak terburu-buru,
bacaannya tenang, pikirannya
tenang, hatinya tenang,
bahkan tatapannya tenang.
Saat inilah khusyuk terjadi sebuah proes keheningan
menghadap Pencipta. Anda
masih bisa mendengar,anda
masih bisa merasa, tapi Anda
tetap dalam keheningan
bersama Rabbnya. Maka dalam hal apapun
bahkan ibadah Anda tak akan
bisa mendapatkan makna,
keselamatan, kebahagiaan.
Jika Anda tak memiliki
ketenangan dan keheningan. Lihatlah Aktivitas Anda hari
ini, sholat Dzuhur Anda
misalnya. Apakah Anda
lakukan tenang atau terburu-
buru? Rapat-rapat organisasi
Anda, tenang atau terburu- buru? Dan percayalah yang
terburu-buru hasilnya lebih
buruk dari yang tenang. Modal untuk itu ternyata
hanyalah sederhana; cobalah
menghela nafas Anda, dan
buat semua bergerak lebih
lambat. Ada orang bijak yang
berkata;Hidup Anda hanyalah
kumpulan nafas. Belasan atau
puluhan tahun Anda hidup
hanyalah kumpulan dari
tarikan dan buangan nafas kita. Maka siapa yang mampu
mengendalikan nafasnya, dia
pasti bisa mengendalikan
hidupnya. Siapa yang mampu
mengatur nafasnya, dia
mampu mengatur hidupnya dan siapa mampu
menenangkan nafasnya, dia
juga akan mampu
menenangkan hidupnya.
Hmmm,..sederhana hanya
menghela nafas,…. “Hidup bukanlah untuk
selalu merasa istimewa di
mata orang, hidup
hanyalah tarikan dan
buangan nafas dan apa
yang kita lakukan diantara keduannya”

0 komentar:

Post a Comment