Pages

12 August 2012

Anak berbaju ungu di terminal

Aku berjalan tergesa-gesa
menuju kantorku. Yup, aku
memang bangun agak
kesiangan pagi ini. Sehingga
aku harus mengejar waktu

agar tidak terlambat sampai di kantor. Seperti biasa sesudah
berjalan sekitar 100 meter dari
kosku, aku sampai di sebuah
halte. Disitulah tempatku biasa
menunggu bus. Hampir setiap pagi aku
ketemu dengan orang-orang
yang sama di halte itu. Mereka
juga para pekerja kantor,
sama dengan aku. Aku hapal
dengan wajah-wajah mereka, sekalipun aku sama sekali
tidak tahu nama-nama
mereka. Tetapi ada yang berbeda hari
ini, aku melihat seorang anak
kecil. Perempuan yang
mungkin berusia 10 tahunan
itu sedang duduk melamun di
halte. Pakaian lusuhnya berwarna ungu, dan
wajahnya tampak sedih
sekali. Belum sempat terlalu
lama mengamati anak itu –
tiba-tiba busku datang dan
aku berangkat bekerja. — Besok paginya, di halte itu
aku melihat anak kecil itu lagi.
Dengan baju yang sama
lusuhnya dengan kemarin,
dan dengan raut muka yang
sama sedihnya juga. Ada yang unik dengan anak itu, entah
kenapa dia selalu mengamati
orang-orang yang menunggu
di halte itu. —- Pagi ini adalah pagi yang
ketiga kulihat anak itu. Semua
pada dirinya tetap sama.
Pakaian ungu lusuh dan wajah
sedih. “Mungkin ia adalah
gelandangan yang tinggal di halte ini”. Pikirku. Dari caranya
berpakaian yang asal-asalan
saya bisa memastikan anak
itu adalah seorang anak
jalanan. Mungkin dia adalah
salah satu pengamen yang sering menyanyikan lagu-lagu
tak jelas di perempatan dekat
halte bus ini. —- Sepuluh hari sudah kulihat
anak itu tetap duduk di
tempatnya setiap pagi. Hari ini
aku punya jadwal piket di
kantor, sehingga aku harus
datang lebih pagi dari biasanya. Tidak ada orang lain
di halte kecuali aku dan anak
berbaju ungu itu. “Kenapa engkau selalu
bersedih ?” tanyaku, “Apa
kamu lapar ?”
“Nggak mas” jawabnya
singkat, “Aku hanya
menjalankan tugas” “Tugas apa ?” tanyaku agak
aneh. Raut wajah anak itu tiba-tiba
berubah, dia tertawa riang
sambil berkata : “Tugas untuk menunggu
seseorang mau menyapaku” Sesudah berkata demikian,
baju gadis itu mendadak
berubah menjadi putih bersih
– dan di punggunggnya
muncul sepasang sayap putih.
Sambil tersenyum, anak itu perlahan-lahan menghilang
dari pandanganku, dan
berubah menjadi bola putih
bersinar yang langsung
melesat menuju langit. Dan aku masih terbengong-
bengong berdiri di sini. (semoga cerita ini dapat
mengingatkan kita untuk
lebih ‘peduli’ dan mau
menyapa)

0 komentar:

Post a Comment