Pages

12 August 2012

Ketegaran cinta

Seorang sahabat, Mimi
namanya, kami bersahabat
puluhan tahun sejak kami sama-sama duduk di sekolah
dasar (SD), selama beberapa
tahun itu saya mengenalnya,
sangat mengenalnya, Mimi

gadis sederhana, anak tunggal
seorang juragan sapi perah di wilayah kami, memiliki mata
sebening kaca, dan lesung
pipit yang manis menawan
siapa saja akan runtuh hatinya
jika memandang senyumnya,
termasuk saya’. dan nilai tambahnya adalah dia seorang
yang sangat sholehah, yang
patuh pada kedua orang
tuanya.
Tetapi Ranu, Don Juan yang
satu ini juga sangat menyukai Mimi, track recordnya tidak
menggoyahkannya untuk
merebut hati Mimi. Sedangkan
saya hanya bisa menatap cinta
dari balik senyuman tipis
ketegaran. Setiap pagi hari, petugas rutin
kantor pos pasti sudah
nangkring di sudut rumah
besar di ujung gang kampung
kami, (rumah Mimi).
Menunggu pemilik rumah membukakan pintu demi
dilewati selembar surat warna
merah jambu milik Ranu
untuk sang pujaan hatinya.
Sedang Mimi yang semula tak
bergeming, menjadi kian berbunga-bunga diserang
ribuan rayuan gombal milik
don juan.
Merekapun pacaran dari mulai
kelas 1 SMP bayangkan,
hingga menikah. Sebagai tetangga sekaligus teman
yang baik, saya hanya bisa
mendukung dan ikut bahagia
dengan keadaan tersebut.
(walaupun hati ini meratap)
Apalagi Mimi dan Ranu saling mendukung, dan sama-sama
bisa menjaga dirinya, hingga
ke Pelaminan,,Insyaallah.
Hingga tiba ketika selesai
kuliah, mereka berdua ingin
mewujudkan cita-cita bersama, membina keluarga,
yang sakinah, mawaddah, dan
warohmah.
Namun, namanya hidup pasti
ada saja kendalanya, dibalik
kesejukan melihat hubungan mereka yang adem anyem,
orang tua Ranu yang salah
satu anggota di DP….!! itu,
menginginkan Ranu menikahi
orang lain pilihan kedua orang
tuanya, namun Ranu rupanya cinta mati dengan Mimi,
sehingga mereka
memutuskan untuk menikah,
sekalipun diluar persetujuan
orang tua Ranu, dan secara
otomatis Ranu, diharuskan menyingkir dari percaturan
hak waris kedua orang
tuanya, disertai sumpah
serapah dan segala macam
cacian.
Ranu akhirnya melangkah bersama Mimi, setelah
menikah, mereka pergi
menjauh keluar dari kota
kami, Dumai, menuju Pekan
Baru, dengan menjual seluruh
harta peninggalan kedua orang tua Mimi yang sudah
tidak ada, (semenjak Mimi di
bangku SMA, orang tuanya
kecelakaan). Untuk mengadu
nasibnya menuju ke Pekan
Baru ” Kota Bertuah” Istilah si Mimi dan Ranu.
Saya hanya dipamiti sekejap,
tanpa bisa berkata-kata,
hanya saling bersidekap
tangan didada dan terharu
panjang, Mimi menitipkan salam untuk Ibu yang sudah
dianggapnya seperti Ibunya
sendiri.
Masih tajam dalam ingatan,
Mimi pergi bergandengan
tangan dengan sang kekasih abadi pujaan hatinya “Ranu”,
melenggang pelan bersama
mobil yang membawa
mereka menuju “Kota
Bertuahnya” Pekan Baru.
Selama setahun, kami masih rutin berkirim kabar, hingga
tahun kelima, dimana saya
masih membujang dan masih
menetap tinggal di Dumai,
sedang Mimi entah kemana,
hilang tak ketahuan rimbanya, setelah surat
terakhir mengabarkan bahwa
dia melahirkan anak
keduanya, kemudian setelah
itu kami tidak mendengar
kabarnya, lagi. Bahkan Ibuku yang sudah
berhijrah hampir tiga tahun ini
di Pekan Baru tempat
kakakku juga tidak bisa
melacak keberadaan Mimi,
Mimi lenyap ditelan bumi, hanya doa saya dan Ibu serta
sahabat-sahabat yang lain
yang masih rutin kami
panjatkan, untuk
keberuntungan Mimi di sana.
Sampai di suatu siang yang terik, di hari sabtu, kebetulan
saya berada dirumah karena
kantor memang libur dihari
sabtu dan minggu, tiba-tiba
saya dikejutkan oleh suara
ketokan pintu dikamar, mbak “Inul” patner kerja (alias
Pembantu) kami
mengabarkan ada tamu dari
Pekan Baru, siapa gerangan
pikir saya ketika itu.
Setelah saya temui, lama sekali saya memeperhatikan
tamu tersebut, perempuan
cantik berkulit putih, tapi
bajunya sangat lusuh beserta
ketiga anaknya, yang dua
laki-laki kurus, bermata cekung terlihat sangat
kelelahan, dan seorang bayi
mungil dalam gendongan.
Sejenak saya tertegun, lupa-
lupa ingat, hingga suara
perempuan itu mengejutkan saya ” Faris….Faris khan !”,
sejenak, dia ragu-ragu, hingga
kemudian berlari merangkul
saya, sambil terisak keras
dibahu saya, saat itu saya
hanya bisa diam tertegun dan tak tahu mau melakukan apa,
dan saya tidak bisa menepis
karena hal ini bukan
muhrimnya.
Lalu setelah ia puas menangis,
pelukan itu baru lepas, ketika kami dikejutkan oleh tangis
bayi Mimi yang keras, yang
rupanya tanpa kami sadari
telah menyakitinya, dan
menekan bayi itu dalam
pelukan kami. Masyaallah !.semoga Allah
mengampuni…..
Saya menjauhkannya dari
bahu saya sambil masih ragu,
berguman pelan “Mimi…
Mimikah ?” Masyaallah…!, sekarang giliran saya yang
ingin merangkul Mimi, tapi
karena syari’at masih
membayang dibatin. Aku
hanya bisa bersidekap tangan
didada tanpa bisa meluapkan perasaanku melihat
kondisinya. Anak-anak Mimi
yang melihat kami hanya
termangu,
Mimi terlihat lebih tua dari
usianya, namun kecantikan alaminya masih terlihat jelas,
badannya kurus, dengan
jilbab lusuh, yang berwarna
buram, membawa tas koper
berukuran besar yang sudah
cuil dibeberapa bagian, mungkin karena gesekan atau
juga benturan berkali-kali,
seperti orang yang telah
berjalan berpuluh-puluh
kilometer.
Tanpa dikomando saya langsung mempersilahkan
Mimi masuk kedalam rumah,
membantu membawakan
barang-barangnya, dibantu
mbak Inul, meletakkan
barangnya di ruang tamu, rumah saya.
Menunda beberapa
pertanyaan yang telah
menggunung dipikiran saya,
Saya menatap dalam-dalam,
Mimi sedemikian berubahnya, perempuan manis yang dulu
saya kenal kini terlihat sangat
berantakan, Masyaallah !, Mimi
…ada apa denganmu!.
Saya menunda pertanyaan
saya, hingga Mimi dan anak- anaknya mau saya paksa
beristirahat beberapa hari
dirumah saya, ia tidur
dikamar ibu yang sudah
dirapikan mbak Inul, saya
rindu padanya, dan juga terharu melihat keadaannya.
Beberapa hari beristirahat
dirumah saya, saya baru
berani menanyakan tentang
kabar keadaannya sekarang.
Kami duduk diruang tamu sambil cerita ringan.
Semula Mimi terdiam seribu
bahasa pada saat saya tanya
keadaan Ranu, matanya
berkaca-kaca, saya menghela
nafas dalam, menunggu jawabannya lama, dalam
hitungan menit hingga
keluarlah suara parau dari
mulutnya…
“Mas Ranu, Ris….sudah
berpulang kepada-Nya lima bulan yang lalu”.
“Oh” desah saya pelan, kata-
kata Mimi membuat saya
tercekat beberapa saat,
namun sebelum saya sempat
menimpali, bertubi-tubi Mimi menangis sambil setengah
meracau “Mas Ranu kena
kanker paru-paru, karena
kebiasaannya merokok tiga
tahun yang lalu, semua sisa
peninggalan orang tuaku sudah habis terjual ludes,
untuk biaya berobat, sedang
penyakitnya bertambah
parah, keluarga mas Ranu
enggan membantu, kamu
tahu sendiri khan, aku menantu yang tidak
diinginkan, dan ketika Mas
Ranu meninggal, orangtuanya
masih saja membenciku,
mereka sama sekali tidak mau
membantu, aku bekerja serabutan di Pekan Baru, Ris..,
mulai jadi tukang cuci,
pembantu rumah tangga, dsb,
hingga Mas Ranu meninggal,
keluarganya, hanya
memberiku uang sekedarnya untuk penguburan Mas Ranu,
hingga aku terpaksa menjual
rumah tempat tinggal kami
satu-satunya, dan dari sana
aku membayar semua tagihan
rumah dan hutang-hutang pada tetangga, sisanya aku
gunakan untuk berangkat ke
Dumai, aku tidak sanggup
mengadu nasib disana Ris….”
Kata-kata Mimi berhenti disini,
disambut isak tangisnya, sedang saya yang sedari tadi
mendengarkan tak kuasa juga
menahan haru yang sudah
sedari tadi menyesak di dada.
Setelah kami sama-sama
tenang, saya bertanya pada Mimi ” Lalu apa rencanamu,
Mimi ?”.
Mimi tertegun… dia
memandang saya nanar, saya
menundukkan pandangan,
karena saya takut terbawa rayuan syetan. kemudian dia
mengulurkan tangan,
memberikan seuntai kalung
emas besar, “Sisa hartanya ”
begitu kata Mimi.
“Ini untukmu Ris.., aku gadaikan padamu, pinjami
aku uang untuk modal usaha,
dan kontrak rumah kecil-
kecilan, aku tidak mau
merepotkanmu lebih dari ini
Ris..”. Aku yang menahan haru,
sontak mataku langsung
mengalirkan sesuatu,
walaupun aku lelaki, namun
hati ini bertindak sebagai
makhluk tuhan yang berperasaan. kembali kami
hanyut dalam haru.
Pelan-pelan saya, meraih
kalung itu dari meja,
menimbang-nimbang, pikiran
saya melayang menuju sisa uang saya di amplop, dalam
tas, Jum’at kemarin saya baru
saja mendapat lembur-an,
sebagai pegawai di suatu
instansi, nilai lembur saya
sangatlah kecil jika dibandingkan dengan
pegawai yang lain tentunya,
tapi itulah sisa uang saya, saya
mengeluarkan amplop
tersebut dari dalam tas, di
kamar, semua saya infaqkan untuk Mimi, semata mata
karena ikhlas.
Mimi menatap amplop di
tangan saya, sejurus
kemudian saya meletakkan
amplop tersebut diatas meja sambil berkata “Ini sisa
uangku Mimi, kamu ambil,
nanti sisanya, biar saya
pikirkan caranya, kamu butuh
modal banyak untuk mulai
usaha” Keesokan harinya, saya
menjual kalung Mimi, pada
sahabat baik saya yang lain,
kebetulan ia seorang pemodal-
muslim, yang baik hati,..
“Thanks ya Hans”.., saya menceritakan tentang
keadaan Mimi pada mereka,
Hans dan Istrinya banyak
membantu ” Ya Allah
limpahilah berkah pada orang-
orang baik seperti mereka”. Singkat cerita, Mimi bisa mulai
usahanya dari modal itu,
mengontrak rumah kecil
didekat rumah saya,
Alhamdulillah !, sekarang
ditahun kedua, usahanya sudah menampakkan hasil,
Mimi sudah sedemikian
mandiri, banyak yang bisa
saya contoh dari pribadinya
yang kuat yaitu Mimi adalah
pejuang sejati, ulet, sabar, dan kreatif.
Kuat karena Mimi enggan
bergantung pada orang lain,
dan tegar karena diterpa
cobaan bertubi-tubi, Mimi
tetap, kokoh, dan tidak bergeming sedikitpun, dia
juga Smart, tahu dimana dia
harus meminta pertolongan
pada orang yang tepat, dan
tentu saja muslimah yang taat
beribadah, hingga Allah pun tak enggan membantunya.
Saya hanya berpikir dan
yakin pasti ada jutaan Mimi-
Mimi, diluar sana, akan tetapi
pastinya sangat jarang yang
melampui cobaan bertubi-tubi seperti dirinya dengan
Indahnya.
Saya hanya ingin
berbagi…..cobalah kita lihat,
Mimi tetangga saya kini dan
setiap pagi selalu menyapa riang saya, wajah cantiknya
kembali bersinar, meskipun ia
menyandang status janda.
Yang kemudian dia tekun
mendengar keluh kesah saya
pada setiap permasalahan saya hadapi setiap harinya,
termasuk ketika saya mulai
mengeluh tidak betah
dikantor sebagai pegawai
sekian tahun, atau ketika saya
menghadapi badai kemelut usia yang yang sudah
berkepala tiga, apa kata Mimi
“Faris, Allah tidak akan
memberikan cobaan diluar
batas kemampuan seseorang
atau Allah lebih tahu apa yang terbaik bagimu, sedangkan
kamu tidak”.
Subhanallah ! Mimi, contoh
kekuatan wanita muslimah,
ada disana.
Dan jika saya sudah menyerah kalah pada permasalahan
bertubi-tubi dalam hidup saya,
maka Mimi membawa saya
menuju pintu rumah
mungilnya, didepan pintunya,
saya melihat kepulasan tidur anak-anaknya di ruang tamu
yang ia jadikan ruang tidur,
sedangkan kamar tidur ia
jadikan dapur untuk
memasak, (sungguh rumah
yang mungil) mereka berjejal pada tempat tidur susun yang
reyot, dan juga tempat tidur
gulung kecil dibawahnya,
tempat si sulungnya tidur,
kemudian katanya, “Lihatlah
Ris, betapa berat menjalani hidup seorang diri, tanpa
bantuan bahu yang lain, kalau
tidak terpaksa karena nasib,
enggan aku menajalaninya,
Ris, sedang kamu,
bersyukurlah kamu, masih memiliki masa depan yang
panjang “.
Duh, gusti betapa baik hati
Mimi ini, betapa malu saya
dihadapannya, cobaan saya,
tentu jauh lebih ringan dibanding dirinya, tapi betapa
saya jarang bersyukur, sering
mengeluh, dan sering merasa
kurang.
“Stupid mind in the Stupid
ordinary ” Yang jelas watak Mimi dan kekuatannya
menumbuhkan satu prinsip
dihati saya bahwa ” Karena
aku adalah lelaki, aku harus
kuat dan tegar lebih dari
wanita ini dalam menghadapi badai sekeras apapun, jika
mungkin jauh lebih kuat dan
tegar demi tangan-tangan
mungil yang mungkin akan
menjadi tangan-tangan
perkasa yang siap mencengkram dunia,
Insyaallah Amien”
Singkat cerita, saya pun
berhenti dari pekerjaan yang
lama, sekarang saya bekerja
lebih mapan dari yang dulu. Karena setiap pulang kerja
saya melintas didepan rumah
Mimi, dan terus
memperhatikan
ketegarannya, akhirnya Allah
menumbuhkan kembali cinta dihatiku. Sampai suatu saat
aku pun melamarnya agar
hubungan kami dihalalkan
oleh syari’at. Mimi hanya bisa
menunduk malu dan
tersenyum melihat anak- anaknya yang akan memiliki
ayah yang baru. Dalam hati,
Mimi bertakbir dan bertahmid
melihat kekuasaan Allah..
Allahu Akbar….

0 komentar:

Post a Comment