Pages

1 August 2012

Hikmah ketekunan

Suatu hari di sebuah desa, ada
dua orang pengrajin yang
tinggal bersebelahan. Seorang
diantaranya, adalah pengrajin
emas, sedang yang lainnya

pengrajin kuningan. Keduanya telah lama
menjalani pekerjaan ini, sebab,
ini adalah pekerjaan yang
diwariskan secara turun-
temurun. Telah banyak pula
barang yang dihasilkan dari pekerjaan ini. Cincin, kalung,
gelang, dan untaian rantai
penghias, adalah beberapa dari
hasil kerajinan mereka. Setiap akhir bulan, mereka
membawa hasil pekerjaan ke
kota. Hari pasar, demikian
mereka biasa menyebut hari
itu. Mereka akan berdagang
barang-barang logam itu, sekaligus membeli barang-
barang keperluan lain selama
sebulan. Beruntunglah, pekan
depan, akan ada tetamu
agung yang datang
mengunjungi kota, dan bermaksud memborong
barang-barang yang ada
disana. Kabar ini tentu
membuat mereka senang.
Tentu, berita ini akan
membuat semua pedagang membuat lebih banyak
barang yang akan dijajakan. Siang-malam, terdengar suara
logam yang ditempa. Setiap
dentingnya, layaknya nafas
hidup bagi mereka. Tungku-
tungku api, seakan tak pernah
padam. Kayu bakar yang tampak membara, seakan
menjadi penyulut semangat
keduanya. Percik-percik api
yang timbul tak pernah di
hiraukan mereka. Keduanya
sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sudah
puluhan cincin, kalung, dan
untaian rantai penghias yang
siap dijual. Hari pasar makin
dekat. Dan lusa, adalah waktu
yang tepat untuk berangkat ke kota. Hari pasar telah tiba, dan
keduanya pun sampai di kota.
Hamparan terpal telah digelar,
tanda barang dagangan siap
dijajakan. Keduanya pun
berjejer berdampingan. Tampaklah, barang-barang
logam yang telah dihasilkan.
Namun, ah sayang, ada
kontras yang mencolok
diantara keduanya. Walaupun
terbuat dari logam mulia, barang-barang yang dibuat
oleh pengrajin emas tampak
kusam. Warnanya tak
berkilau. Ulir-ulirnya kasar,
dengan pokok-pokok simpul
rantai yang tak rapi. Seakan, sang pembuatnya adalah
seorang yang tergesa-gesa. “Ah, biar saja,” demikian
ucapan yang terlontar saat
pengrajin kuningan
menanyakan kenapa
perhiasaannya kawannya itu
tampak kusam. “Setiap orang akan memilih daganganku,
sebab, emas selalu lebih baik
dari kuningan,” ujar pengrajin
emas lagi, “Apalah artinya
loyang buatanmu dibanding
logam mulia yang kupunya, aku akan membawa uang
lebih banyak darimu.”
Pengrajin kuningan, hanya
tersenyum. Ketekunannya
mengasah logam, membuat
semuanya tampak lebih bersinar. Ulir-ulirnya halus.
Lekuk-lekuk cincin dan gelang
buatannya terlihat seperli
lingkaran yang tak putus.
Liku-liku rantai penghiasnya
pun lebih sedap di pandang mata. Ketekunan, memang sesuatu
yang mahal. Hampir semua
orang yang lewat, tak
menaruh perhatian kepada
pengrajin emas. Mereka lebih
suka mendatangi, dan melihat-melihat cincin dan
kalung kuningan. Begitupun
tetamu agung yang berkenan
datang. Mereka pun lebih
menyukai benda-benda
kuningan itu dibandingkan dengan logam mulia/emas.
Sebab, emas itu tidaklah
cukup mereka tertarik, dan
mau membelinya. Sekali lagi,
terpampang kekontrasan di
hari pasar itu. Pengrajin emas yang tertegun diam, dan
pengrajin kuningan yang
tersenyum senang. Hari pasar telah usai, dan para
tetamu telah kembali pulang.
Kedua pengrajin itu pun telah
selesai membereskan
dagangan. Dan agaknya,
keduanya mendapat pelajaran dari apa yang telah mereka
lakukan hari itu.

0 komentar:

Post a Comment