Pages

15 September 2012

Mengalah Itu Lebih Baik

Semalaman, hujan deras mengguyur perkampungan semut. Tidak ada satupun penghuninya yang berani keluar. Mereka tertidur lelap sampai sinar mentari menerobos masuk ke sarangnya. Cimo kecil, seekor semut hitam keluar dari sarangnya. Pagi itu, dia ingin pergi ke perkampungan jamur. Kebetulan perkampungan jamur itu dekat dari sarangnya. “Wa… pasti enak makan jamur di saat udara masih lembab begini!” pikirnya. Sebelum mencapai perkampungan jamur itu, Cimo harus melewati sungai kecil dengan seutas tali yang menjadi jembatan. Sungai itu sebenarnya air yang menggenang. Karena tubuh semut yang kecil, maka mereka menganggap bahwa genangan air itu sebagai sungai. “Aku harus hati-hati berjalan di atas jembatan tali agar aku tidak kecebur,’ kata Cimo dalam hati. Sesampainya di tengah jembatan, Cimo bertemu Koto, seekor semut merah yang baru saja keluar dari perkampungan jamur. Mereka berebutan ingin melewati jemabatn dan tidak ada satupun yang mau mengalah. “Cimo, kamu mundur dulu biar aku lewat duluan!” kata Koto. “Nggak! Kamu yang mundur dulu!” kata Cimo tak mau mengalah. “Aku yang sampai sini duluan Cimooo!” Koto mulai mendorong Cimo. Akhirnya Cimo dan Koto saling mendorong satu sama lain. Dorongan Cimo yang sangat kuat membuat Koto terjatuh ke sungai. “Astaghfirullahal’adzim, Cimo! Kamu mendorongku sampai jatuh. Sekarang lihat! Aku basah kuyup,” kata Koto sambil menangis. Cimo yang masih berdiri di atas jembatan tertawa terbahak-bahak. “Rasain lu!” ledek Cimo. Dengan marah Koto menarik kaki Cimo. Sekarang Cimo juga jatuh ke sungai. Koto menertawakan Cimo yang basah kuyup. “Lha kamu menarik kakiku, aku juga jatuh, basah kuyup,” kata Cimo menyalahkan Koto. Setelah itu, Cimo dan Koto berusaha untuk naik ke daratan. “Sungai ini sangat licin, aku kesulitan untuk naik!” Koto berusaha naik ke daratan, tapi selalu saja terperosot karena tanahnya licin. Cimo dan Koto mulai manyun. Mereka kedinginan. Akhirnya, mereka saling bantu agar segera keluar dari sungai. Badan Cimo yang lebih besar menopang tubuh Koto. Koto meloncat dan mendarat di daratan. Koto kemudian menarik tangan Cimo yang masih di dalam sungai. Sekuat tenaga Koto menarik Cimo. “Alhamdulillah, akhirnya kita keluar dari sungai. Kita seharusnya tidak boleh menang sendiri, begini deh jadinya!” kata Cimo sambil mengeringkan badannya. “Iya, seharusnya kita saling mengalah ya biar nggak dorong-dorongan. Maafin aku ya,” kata Koto yang sudah menyadari kesalahannya. “maafin aku juga ya…” jawab Cimo sambil tersenyum. Mereka pun bersalaman. Setelah tubuh Cimo dan Koto kering, mereka mencoba kembali melewati jembatan. Tapi, kali ini Cimo menunggu Koto selesai melewati jembatan dan sampai di seberang dengan selamat. Kemudian Cimo bergantian melewati jembatan ke perkampungan jamur. “Alhamdulillah, ternyata mengalah itu lebih baik,” kata Cimo dan Koto hampir bersamaan.

0 komentar:

Post a Comment