Senja
sudah lama menampakkan warna indahnya, kala itu hari sudah hampir
gelap. Tapi kru misi baru memulai perjalanannya, menuju desa Bletok kec.
Bungatan kab. Situbondo, yang sebelumnya menunaikan sholat maghrib di
sebuah masjid pinggir jalan, kurang lebih 1 jam perjalanan dari Paiton
kita akan sampai ke desa Bletok. Pagi harinya kami mendatangi
kebeliauman Bpk Alimin, kehadiran kami disambut meriah oleh beliau.
Pak
Royal begitulah panggilan akrab beliau ketika masih muda, beliau lahir
di era 30an sebelum Indonesia merdeka, jadi sedikit banyak beliau tau
seluk-beluk tentang sejarah Indonesia ketika masih dijajah, meskipun
usianya sudah 80an, tapi beliau masih kelihatan segar bugar.
Ketika
masih berumur 12 tahun beliau dimondokkan oleh orang tuanya di pondok
pesantren Genggong (Zainul Hasan), tepatnya pada tahun 1942 ketika
jepang masuk ke Indonesia. Pada tahun 1949 beliau menyudahi belajarnya
di pesantren dan mengajar di desanya, karena beliau berprofesi sebagai
santri, yang sepatutnya sebagai orang lulusan pesatren mengaplikasikan
ilmu yang didapatnya pada masyarakat.
Kurang
lebih sekitar dua tahun mengajar, beliau tertarik pada seorang gadis
dan berkeinginan meminangnya, akhirnya pada tahun 1951 beliau
melangsungkan pernikahannya. Dalam pernikahannya itu beliau dikaruniai
anak kembar, tapi sayangnya keduanya meninggal dunia ketika dilahirkan.
Berselang satu tahun dari pernikahannya beliau mengikuti lomba Qori’ di
Situbondo yang diikuti oleh ratusan peserta se kabupeten Situbondo,
dalam lomba itu beliau meraih juara ke dua, kemenangannya dikarenakan
beliau mempunyai Laghem (macam-macam lagu, red).
Semuanya
berawal dari ajakan sang guru yang akan mendirikan Tabbuan, ketika itu
ada orang yang menyarankan pada gurunya dan menyuruh agar beliau yang
menjadi dalangnya karena beliau mempunyai suara yang merdu. Hingga suatu
ketika beliau diundang kerumah gurunya dengan empat orang temannya
ketika masih di pesantren dulu, lalu merka disuguhi minuman berupa kopi,
sebelum beliaumasuk keruang tamu kopi tersebut memang sudah ada dimeja,
kemubeliaun beliau dipersilah kan
duduk di kursi paling selatan oleh sang guru, ketika beliau minum kopi
tersebut serasa bau bunga di dalam kopinya dan perasaannya mulai tidak
enak.
Setelah
kejabeliaun itu, sedikit demi sedikit imannya sebagai ustad mulai
runtuh, ketika hari sabtu malam yang seharusnya beliau punya jadwal
untuk mengajar pera santrinya di musholla, tapi beliau pergi ke Pergien
(pantun yang dinyanyikan, red) dengan alasan sakit. Sebelum acara
dimulai beliau sedah berada dibarisan terdepan untuk menonton, ketika
acara dimulai dan si dalang menyanyikan pantun-pantun beliau merasa iri
karena beliau rasa suara si dalang tak sebagus suaranya, seusi acara
beliau pergi kegurunya kalu beliau setuju untuk menjadi dalang dalam
Tabbuan yang akan didirikan oleh gurunya itu, semua itu dikarenakan kopi
yang diminumnya dulu di rumah gurunya, ternyata benar kopi itu sudah
diberi mantra agar beliau mau menjadi dalang.
Pertunjukan
selanjutnya beliau sudah menjadi dalang, suarang yang merdu me ngundang
warga sekitar untuk menonyon pertunjukan itu, semua penonton merasa
puas dan kagum dengan suaranya, selain suaranya yang merdu beliau juga
tampan dan gagah, hal itu membuat banyak wanita yang tergila-gila
padanya, hingga suatu hari ketika beliau pergi kesungai ada empat wanita
yang mengikuti dibelakangnya dan mendahuluinya sembari melemparkan uang
tanpan mengucapkan sepath kata apapun. Sampai-sampai ada wanita yang
rela menceraikan suaminya hany untuk berhubungn dengannya. Selain
wanita, hartapun juga terus mengikutinya hingga akhirnya beliau menjadi
orang kaya yang royal (suka menghambur-hamburkan uang, red), dari itu
beliau dijuluki Pak Royal.
Sejak
beliau ikut Tabbuan pada tahun 1953, beliau tidak sholat,puasa dan
ibadah wajib lainnya, beliau sudah lupa dengan titlenya sebagai seorang
ustad yang seharusnya menjadi panutan bagi masyarakat, 25 tahun beliau
menjalani kehidupannya dijalan yang salah, sehingga pada tahun 1973
beliau baru dapat hidayah dari sang kuasa, karena beliau telah jatuh
miskin lagi, kekayaannya habis karena beliau mengawinkan anaknya dengan
pesta yang sangat mewah dan tidak memungut uang dari para tamu yang
hadir,
Beliaupun
kembali ke masjid untuk bertaubat dan menyesali perbuatan yang telah
dilakukannya, pada hari jum’at beliau membaca nida’ di masjid, setelah
sholat jum’at, pak pengulu menunjuknya sebagai ta’mir masjid, karena di
desa itu ada dua masjid yang jaraknyapun sangat dekat kira-kira hanya
100 meter, jadi beliau diberi amanah untuk menjadi ta’mir di dua masjid
tersebut yakni Al-Falah dan Nurul Huda.
Setelah
bertaubat dan kambali kejalan yang benar, beliau masih merasa hidupnya
tidak sempurna tanpa adanya seorang istri, lalu beliau pun mencari
seorang istri, hingga dalam dua tahun beliau pernah menikah selama 12
kali, beliau menceraikan istri-istrinya dengan berbagai alasan, tapi
para mantan istrinya itu rata-rata belum dikumpuli, kerena beliau tetap
memegang teguh prinsip yang diberikan oleh gurunya, yaitu harus
mengikuti rukin islam atau rukun iman, yang artinya kalau belum sampai
lima atau enam hari setelah menikah todak boleh berhubungan intim, dan
ada juga yang ternyata istrinya itu perokok, jadi untuk menjaga image
seorang ustad tidak boleh tidak beliau harus menceraikan mereka.
Hingga
akhirnya beliau menemukan seorang wanita yang cocok untuk dijadika
istri, beliau wanita yang sholeha, tidak suka meninggalkan hal-hal yang
wajib dan selalu sholat malam, jadi beliau merasa istrinya yang sekarang
sesuai dengan profesinya sebagai ustad.
Beliaukhir
perbincangan kami beliau berpesan “ je’ adhina parkara wajib, maske’na
be’en penter mon se wajib e dhina apagunana(jangn meninggalkan hal-hal
wajib, meskipun kamu pintar tapi yang wajinb ditinggalkan apagunanya,
red)” dan beliau juga menambahkan “ deddhi oreng pa becce’ karana
kabbi’na pangeran se tao (jadilah orang yang baik, karena semuanya tuhan
yang tahu, red)” nasehatny. Demikian perbincangan kami dengan pak
Alimin, mudah-mudahan kita dapan memetik pelajaran yang bermanfaat dari
kisah ini. Amin……
0 komentar:
Post a Comment