Kamu adalah sebuah nama. Aku pikir tidak etis menulis namamu disini.
Karena aku hanya sesekali memanggil namamu. Dan kamu, tak sekalipun
memanggilku dengan menyebut namaku.
Kamu
ada di mana-mana, di hari-hariku.
Seperti sebuah rasa. Rasa yang
membuat malam-malamku terjaga begitu hangat. Seluruh ruang-ruang di
hidupku penuh terisi ingatan tentangmu. Hingga seperti tunas sulur yang
membaca arah matahari, demikian aku membaca perasaan di dadaku dengan
hati-hati. Aku pikir, aku
hampir tersesat dalam rasa dan memaksaku bertanya diam-diam. Dalam hati ,
apakah aku harus membiarkan diriku jatuh cinta? Begitu cepatnya. Begitu
sederhananya. Hingga aku serasa bermimpi dan terbangun di surga.
Aku
mengernalmu dalam suara. Kata yang hiruk piruk dalam sebuah gelisah.
Hingga membuat mataku diam dalam sia juga. Meski berulang kali aku
menyapa rupa. Kamu tetaplah sebuah bayang yang maya. Kamu membuatku
menghadap Tuhan. Menyebrangi angin, lalu mempertanyakan harapan. Hingga
ketika aku terjaga dalam pagi , aku menemukanmu di antara sebuah
senyuman. Tetapi kamu tetaplah abstrak dalam sebuah perasaan.
Kamu adalah sebuah nama. Katamu, kamu belum pernah jatuh cinta. Aku ingat ,kamu berbicara sedikit tentang itu.
Aku
belum pernah jatuh cinta. Belum ada seorangpun yang membuatku jatuh
cinta. Seingatku ,aku nggak melakukan sesuatu apapun untuk membuatku
nggak jatuh cinta. Aku pikir cinta hanya belum memilih untuk hinggap di
hatiku.
Di malam yang lain kamu bilang, “ Aku nggak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta.”
Aku
mendengarmu berbicara tentang apa saja, kecuali tentang patah hati. Aku
mulai bisa memakluminya. Itu karena kamu belum pernah jatuh cinta,
bukan ?
“ Aku hanya tau aku baik-baik saja tanpa jatuh cinta”, katamu kemudian.
Mengangguk
aku dalam gaung yang renta. Kamu tak melihatku. Aku pun tak bisa
menyentuhmu. Tapi seperti sebuah pikiran yang mengembara sendirian ,
kamu dan aku bertasbhi di titik yang serupa.
Cintamu
masih seperti hari yang hilang. Menelisik waktu untuk menjemputnya
pulang. Aku tau, kamu memiliki cinta. Sebagaimana sebuah rasa yang
menunggu dalam doa yang nyaris sia. Tapi, jika saatnya tiba, aku tau
kamu akan menyerahkan totalitas untuk sebuah cinta yang aku sendiri
bahkan tak akan mengerti kenapa kamu menyerahkannya. Ku rasa sebagai
tanda kesejatiaanmukah? Supaya kamu lebur didalamnya
Dan
cintamu seperti hari yang hilang. Bila berbicara tentang cinta kamu
seperti sedang berkembara sendiri. Berjuang di bawah kegelapan malam dan
mengubah puisi dari prosa kehidupan.
Katamu,
semua tentangku adalah aneh. Aku datang dengan semua yang serba
menyebalkan. Aku pribadi yang sangat kompleks. Aku sebuah paket lengkap.
Aku datang dengan semua perasaan dan emosiku. Hingga membuatmu selalu
berpikir apakah kelahiranku sebuah masalah? Tapi aku membiarkanmu
bersebrangan denganku. Tanpa penjelasan.
Aku
pikir aku adalah aku dengan cinta yang aku. Dengan rasa yang aku.
Bukankah kamu mencintaiku karena aku adalah rasa yang cinta?
Aku
bertanya dimana-mana, diingatan-ingatanku. Seperti sebuah lelakon-
lelakon yang merangsek saling membakar. Sesuatu yang menjalar , yang
membuat sendi-sendiku ngilu begitu liar. Seluruh ruang-ruang di tubuhku
penuh terisi luka tentangmu. Hingga seperti hujan
deras yang membekukan demikian aku menulis perasaan di dadaku dengan
sesengguyukan. Aku piir aku tersesat dalam rasa dan memaksaku bertanya
dalam diam. Apakah kamu datang hanya untuk mematahkan hatiku? Begitu
cepatnya. Begitu sederhananya. Hingga aku serasa berteriak di gurun.
Kamu,
seperti sebuah nama adalah cerita cinta yang luka. Seperti arkha yang
berlari-lari menujuku. Dan mengais di dadaku. Kemudian aku mengais-ngais
ingatan atasmu yang bererakan pada malam yang tidak bias tidur. Arghh…
aku tau kamu adalah laki-laki yang tak mengenal kata pulang. Dan tak
mampu mengeja kata rindu. Kamu adalah laki-laki yang tak lagi sama
seperti yang aku cinta.
Lihatlah dalam diam yang renta aku akhirnya mengais seperti arkha yang berlari-lari menujuku dan mengais-ngais di dadaku.
Kamu
adalah sebuah nama. Kamu ada di mana-mana. Di setiap ingatanku. Tapi
seperti simpang lima saat senja. Bagiku kamu cerita cinta yang tak lagi
bercerita.
0 komentar:
Post a Comment