Pikiranku melayang ketika aku melihat
ranjang-ranjang di rumah sakit itu. Beberapa yang lalu di ranjang itu
terkujur seseorang yang sedang meregang nyawa akibat kecelakaan.
Seseorang yang sangat aku cintai. Calon istriku.
Satu bulan menuju pernikahan, aku dengan
calon istriku berencana mengunjungi kerabat dekatku yang berada di
Yogyakarta
. Kami bermaksud untuk mengundang mereka di acara pernikahan Kami. Namun ditengah perjalanan menuju Yogyakarta bis yang Kami tumpangi mengalami kecelakaan yang menyebabkan calon istriku mengalami koma yang cukup lama.
. Kami bermaksud untuk mengundang mereka di acara pernikahan Kami. Namun ditengah perjalanan menuju Yogyakarta bis yang Kami tumpangi mengalami kecelakaan yang menyebabkan calon istriku mengalami koma yang cukup lama.
Waktu itu, akupun mengalami patah tulang yang cukup parah. Pernikahan Kami terpaksa harus gagal karena kecelakaan tersebut.
Setahun berlalu, kondisiku sudah normal
kembali, namun hatiku masih pilu ketika aku melihat calon istriku masih
terbaring tak berdaya diranjang rumah sakit. Dia masih dalam keadaan
koma dan entah sampai kapan keajaiban itu akan datang. Aku masih
berharap dia bisa sembuh karena aku sangat mencintainya. Namun sampai
kapan aku harus menunggu dengan berjuta permohonan ini.
Setiap hari sepulang kerja, aku selalu
menyempatkan diri menengok dia. Aku selalu menjadikan dia seseorang yang
pertama kali mendengar setiap keluh kesahku. Aku bercerita tentang
apapun walaupun aku sadar, dia hanya diam dengan selang oksigen yang
menutupi sebagian wajahnya. Tapi aku yakin dia mendengar semuanya.
Terkadang aku tak kuasa menahan air mata yang
terus mengalir ketika aku membayangkan betapa sakitnya dia. Namun aku
menyadari mungkin ini cobaan dari Yang Maha Segalanya dan aku harus
bertahan dengan keadaan ini.
***
Suatu hari, orangtua calon istriku mengajakku
berdiskusi tentang keadaan dia. Pendek cerita orangtua calon istriku
menyarankan agar aku mencari calon istri yang lain untuk menjadi
pendampingku. Mereka tak mau melihat hidupku tak menentu dengan harapan2
yang entah kapan bisa terwujud. Namun aku tegaskan bahwa aku akan
menunggu dia sampai kapanpun. Apa yang terbayang jika aku menikah dengan
gadis lain sementara dia masih meregang nyawa.
Aku memang tak berjanji, namun aku
akan berusaha menjaga kesetiaan yang aku punya saat ini. Aku tak punya
hal lain untuk mencintainya selain kesetiaan yang aku harap membuatnya
bahagia.
***
Dua tahun sudah dia berbaring tak berdaya,
aku masih bertahan dengan setiaku. Karena faktor ekonomi, dia terpaksa
dipindahkan ke rumah. Dua tahun dirumah sakit membuat perekonomian
keluarganya mengalami penurunan sehingga semua sepakat kalau dia
dipindahkan perawatannya ke rumah saja.
Masih…aku masih merawatnya setiap hari
walaupun dengan waktu yang sangat terbatas karena aku harus bekerja.
Namun aku selalu mencoba menyempatkan waktu untuk datang ke rumahnya.
Apalagi ketika weekend tiba atau hari libur, aku selalu menghabiskan
waktu bersama dia.
Berkali-kali orangtuanya mengingatkanku untuk
memikirkan hidupku, umurku semakin bertambah. Aku harus berfikir
realistis untuk mencari calon pendamping hidup. Namun berkali-kali juga
aku menjelaskan bahwa saat ini aku masih menunggunya.
***
Siang itu, di tempat kerjaku ada karyawati
baru yang akan menjadi partner kerjaku karena partner kerjaku yang dulu
keluar dengan alasan ingin fokus dengan keluarganya.
Anita…nama partner baruku. Cantik, menarik
dan sangat ramah. Baru sebentar saja kita bisa langsung nyambung.
Apalagi tanpa aku sadar ternyata dia SMUnya satu alumni denganku. Dia
tiga tahun dibawah aku.
Bulan berganti, aku semakin dekat dengan
Anita, bukan hanya masalah kantor yang Kami diskusikan, namun masalah
pribadi dan yang lainnya.
Anita pernah menjalin hubungan dengan seorang
laki-laki, namun entah kenapa laki-laki itu meninggalkannya dan lebih
memilih wanita lain. Aku sering memberi masukan pada Anita, dan
sebaliknya Anitapun begitu.
Suatu hari, aku mengajak Anita datang kerumah
calon istriku. Aku mengenalkan Anita pada orangtua calon istriku. Anita
terlihat miris ketika melihat wanita yang sangat aku cintai berbaring
tak berdaya bertahun2 di tempat tidurnya. Harapan demi harapan selalu
Kami rangkai dihati berharap dia membuka mata dan tersenyum.
***
Dari waktu ke waktu, hubunganku semakin dekat
dengan Anita. Aku tak menolak perasaan ini ketika dihatiku terjadi
sesuatu yang membuat aku nyaman bila aku bersamanya. Anita orang yang
sangat perhatian. Dan mungkin itu salah satu hal yang membuat aku suka
dengan dia.
Aku mencoba berbicara tentang hal ini kepada orangtua calon istriku dulu, dan mereka menyambut dengan baik. Mereka mendukungku untuk menjalani hubungan ke arah yang lebih serius dengan Anita.
***
Semakin waktu berjalan, semakin aku yakin
kalau Anita mungkin diciptakan untuk menggantikan dia dalam hidupku.
Bukan aku menghancurkan kesetiaanku, namun lagi2 aku dituntut untuk
bersikap realistis dan meneruskan hidupku.
Hari itu aku bermaksud untuk melamar Anita.
Aku sudah mempersiapkan segalanya termasuk tempat yang cukup baik untuk
aku jadikan tempat lamaran. Aku ajak Anita ke sebuah café yang tak jauh
dari tempat kerjaku. Dan tak menunggu lama aku langsung menyatakan
maksud hatiku.
Anita sempat ragu, berkali2 dia bertanya apa
aku yakin dengan keputusanku mengingat dia tahu apa yang sebenarnya
berkecambuk dilubuk hatiku terkait masih ada seseorang yang terbaring
lemah disana.
Namun aku menjelaskan bahwa hidupku harus
terus berjalan dan pihak keluarga sudah menyetujui keputusanku. Dengan
senyuman dan anggukan akhirnya dia menerima lamaranku.
***
Kini…aku sudah bertunangan dengan Anita. Tapi
bukan berarti aku melupakan dia. Aku dan Anita sering berkunjung ke
rumahnya. Mereka adalah bagian dari aku yang tak akan pernah aku
tinggalkan. Hanya mungkin intensitas kunjungan aku tak sesering dulu
mengingat kondisi aku sudah berubah sekarang.
Pernikahan aku dan Anita akan dilaksanakan
sekitar enam bulan lagi. Anita pun sekarang sudah berhenti bekerja
karena aturan dikantorku tidak memperbolehkan suami istri bekerja dalam
satu kantor. Jadi Anita memutuskan untuk pindah kerja.
***
Siang itu, udara sangat cerah sekali. Aku
bermaksud untuk mengajak Anita berjalan-jalan ke suatu tempat, namun dia
menolaknya karena merasa kurang enak badan. Akhirnya akupun memutuskan
untuk menghabiskan libur kali ini dirumah saja.
Setelah membereskan rumah, saatnya aku
bersantai didepan TV. Tak terasa mataku terlelap dengan TV masih
menyala. Tiba2 bunyi handphoneku membangunkan acara tidurku siang itu.
Aku hampir tak percaya ketika aku melihat telepon rumah dia memanggilku.
Aku angkat…ternyata Ibu dia meneleponku.
Ibunya memintaku untuk datang kerumahnya. Sempat aku Tanya kenapa, dia
hanya menjawab ada sesuatu yang akan ditunjukkan. Pikiranku semakin tak
karuan dengan semua ini. Namun akupun penasaran apa yang terjadi.
Memang sudah agak lama aku tak berkunjung dan
menengok calon istriku dulu karena kesibukan dan identitas diri yang
berbeda dengan yang dulu. Namun siang itu aku mencoba untuk memenuhi
keinginan Ibunya untuk datang kesana.
***
Sesampai dirumahnya, Ibunya langsung
memelukku dan membawaku ke kamarnya. Hampir tak percaya, dengan apa yang
aku lihat. Sebelum masuk jujur aku merasa, ada orang yang terbaring
lemah diranjang itu. Masih ada selang oksigen yang menutupi sebagian
wajah cantiknya. Aku harus menahan rapat2 rasa sedihku setiap aku
melangkah ke kamar itu. Namun siang itu aku cukup kaget dengan apa yang
aku lihat. Sosok itu, hadir dengan senyuman yang selama ini aku rindu.
Dia duduk ditempat tidur dengan wajah yang
sendu. Kerudung putih yang dia kenakan menambah cerah wajahnya walaupun
masih terlihat pucat. Dia tersenyum, dia memanggilku walaupun masih
terbata-bata. Dia sudah sadar walapun belum sembuh total.
Aku benar2 terkejut dengan apa yang aku
lihat. Perasaanku campur aduk tak tahu arah. Ada perasaan bahagia yang
tiada tara, ada perasaan tak menentu yang aku rasakan saat itu. Aku
bahagia karena selama bertahun2 inilah waktu yang aku tunggu. Namun
kondisiku sudah berbeda, karena aku sudah mempunyai Anita.
Ibunya bercerita, kalau dia sudah mengalami
sadar dari komanya tepat seminggu setelah aku bertunangan dengan Anita.
Sengaja Ibunya tak menceritakan hal itu karena takut mengganggu
hubunganku dengan Anita. Memang setelah aku bertunangan, aku jarang
menghubungi keluarga ini. Aku menjaga perasaan Anita. Namun karena
permintaan dia, ibunya terpaksa menghubungi aku. Dia ingin bertemu
denganku.
***
Malam itu, aku matikan handphoneku. Aku
sengaja tidak mau dihubungi siapapun termasuk Anita. Pikiranku kacau.
Aku tak mengerti apa yang terjadi dengan hatiku. Sejujurnya, aku masih
mencintainya. Jika aku bisa memilih, aku masih ingin bersamanya dengan
sisa kesetiaan yang kupunya, namun bagaimana dengan Anita. Gadis yang
selama ini menyumbangkan cintanya untukku. Apa aku harus menyakitinya,
apalagi sebentar lagi kita akan menikah.
Dua hari sudah akupun tidak masuk kantor, aku
mengajukan cuti selama empat hari. Selama itupun handphone aku matikan.
Aku berfikir, Anita pasti mencariku. Tapi tak apalah…aku masih
berfikir.
Sisi lain dihatiku mengatakan bahwa aku akan
bahagia bersamanya. Aku rela menunggu bertahun2 dia dalam keadaan koma,
kenapa setelah dia sadar aku harus menyia2kannya. Namun lagi2 bayangan
Anita selalu datang. Aku juga tak mungkin tega meninggalkan dia.
Tiga hari dalam kesendirianku, hatiku masih
tersiksa dengan perasaan ini. Aku semakin tak kuasa menahan cinta yang
bergejolak untuk dia. Dan rasanya aku sudah tak mampu menahannya.
Hari itu aku mencoba mendatanginya.
Sesampainya didepan rumahnya, aku ragu ketika akan mengetuk pintu
rumahnya, namun aku coba untuk memberikan salam. Ibunya yang membuka
pintu rumahnya. Aku meminta izin untuk bertemu dia, dan Ibunya
mempersilakan aku untuk langsung masuk ke kamar dia.
Ku lihat dia sedang terduduk. Dia juga cukup
kaget dengan kedatanganku. Cukup kaku juga aku dengan dia, mungkin
karena sudah bertahun2 kita tak saling bicara.
“Sini mas, duduk didekatku” katanya dengan nada bicara yang masih kurang jelas.
Sebelum aku berbicara…dia mengawali pembicaraan Kami, seolah dia tahu apa yang berkecambuk di hatiku saat itu.
“Mas…aku sudah tahu, apa yang terjadi denganmu…Ibu sudah menceritakan semuanya padaku..”
“Tapi aku…”belum juga aku meneruskan pembicaraanku, dia langsung berbicara lagi..
“Aku tahu, perasaan kita masih kuat, aku tahu
kesetiaanmu masih tersisa untukku, namun aku tahu saat ini ada Anita
yang jauh lebih membutuhkanmu…Jangan hiraukan aku Mas…aku hanya masa
lalumu. Aku bersyukur aku sekarang sudah sembuh walaupun belum total,
dan ternyata aku masih diberi kesempatan untuk menikmati dunia.”kata
dia.
“Tapi aku mencintaimu…sangat mencintaimu…”kataku.
“Aku tahu..namun keadaan sudah berubah, aku
tak ingin menjadi sosok yang hadir ditengah kalian. Terima kasih
Mas,,,sudah menjagaku selama ini, terima kasih atas kesetiaanmu yang
sangat luar biasa. Mungkin jalanmu bukan bersamaku. Menikahlah dengan
Anita”…
Itu kalimat terakhirnya….
Sejujurnya hatiku pilu, terkadang aku
menyalahkan diriku sendiri, kenapa aku tak mempunyai kesabaran sedikit
saja untuk menunggunya, namun disisi lain inilah mungkin takdirku.
***
Setelah kejadian itu, aku mencoba memantapkan
hatiku untuk menikahi Anita. Aku berusaha mencintainya sepenuh hati.
Dan dia….aku mencoba menjadikan dia sosok terindah yang akan selalu aku
simpan dan terkunci dihati.
Kini aku dan istriku Anita sudah mempunyai
dua jagoan kecil, dan pindah ke luar kota. Sampai sekarangpun, Anita
tidak pernah tahu kalau dia sudah sadar. Aku akan terus menjaga
perasannya. Kami hidup bahagia. Namun seperti hari ini, ketika aku
mengantar istriku menengok salah satu rekan kerjanya yang tengah sakit, setiap
aku melihat ranjang2 dirumah sakit, pasti pikiranku melayang ke
seseorang yang pernah berbaring lama disana. Dia…yang sejak aku menikah
tak pernah aku tahu kabarnya.
Tapi sudahlah….aku sekarang sudah bahagia bersama istri dan anak2ku. Namun masa lalu itu…masih aku simpan.
0 komentar:
Post a Comment