Ada seekor kambing muda yang baru pertama kali mendengar suatu auman seekor singa, menanyakannya kepada induknya, “Suara
apakah gerangan? Mengapa demikin kuat dan berwibawa sehingga dalam
jarak sejauh ini masih menggetarkan serta membuat ciut nyaliku?” Sang induk menjawab singkat, “Itu adalah auman seekor singa-si raja hutan.”
Sejak
saat itu Si kambing muda tidak bisa melepaskan pikirannya dari kejadian
tadi, hal itu selalu mengganggu pikirannya; mengapa suaraku tidak
seperti auman singa yang begitu gagah? mengapa aku hanya dapat
mengembik? Aku harus bisa mengaum seperti singa itu, dengan begitu aku
tentu akan gagah berwibawa dihormati layaknya si raja hutan.
Sejak
itu kambing muda memutuskan untuk belajar mengaum bak seekor singa,
tiap hari bahkan tiap saat kambing muda tersebut belajar cara mengaum
seperti yang diinginkannya. Saking giat berlatih tanpa mengenal waktu
dan lelah, tanpa disadari suara kambing muda itu habis/serak/parau.
Tidak menyadari mengapa suaranya demikian, sebaliknya semakin
mengebu-gebu berlatih, dia berpikir suara paraunya itu sudah mendekati
suara auman singa si raja hutan hanya saja lebih lemah, kurang tenaga.
Untuk itu kambing muda justru semakin semangat melakukan latihannya
hingga pada akhirnya tidak bisa bersuara lagi. Yang lebih membuatnya
shock, setelah berangsur-angsur pulih (kembali bisa bersuara lagi), yang
keluar ialah tetap saja suara mengembik bukan auman singa seperti yang
diharapkan.
Pelajaran apa yang bisa kita petik dari cerita di atas?
Nabi Kongcu bersabda;Pemimpin hendaklah dapat menempatkan diri sebagai pemimpin;Pembantu sebagai pembantu;Orangtua sebagai orang tua;Anak sebagai anak.(Lun Gi/Sabda Suci XII : 11)
Artinya,
setiap insan memiliki kemampuan masing-masing. Tiap kedudukan atau
fungsi seseorang juga punya spesifikasi, yang tidak layak dibandingkan
dengan yang lain. Jika kita ialah anak terhadap orangtua wajib melakukan
segala yang layaknya dilaksanakan seorang anak, yaitu laku baktinya,
begitupun dalam sebuah keluarga, tanggung jawab seorang ayah dalam
memberi kasih sayang, tidak layak dibandingkan dengan tanggung jawab
anak-anaknya.
Seorang kuncu berbuat sesuai dengan kedudukannya;Ia tidak ingin berbuat keluar daripadanya.(Zhong Yong/Tengah Sempurna XIII : 1)
Maka,
kalau seorang pembantu benar-benar melaksanakan tanggung jawabnya
kepada atasan atau pemimpinya berlandaskan satya, selayaknya pula bagi
sang pemimpin untuk juga penuh susila membimbing para pembantunya itu.
Dengan demikian para pembantunya akan merasakan tenteram didalam
kedudukannya, penuh loyalitas dalam keharmonisan membantu tugas-tugas
yang jauh lebih berat dari sang pemimpin.
Seorang kuncu selalu damai tenteram menerima Firman,Sebaliknya seorang rendah budi melakukan perbuatan sesat untuk memuaskan nafasnya.(Zhong Yong/Tengah Sempurna XIII : 4)
Demikianlah,
apapun fungsi yang ada pada diri kita, sedapat mungkin kita lakukan
dengan penuh ketulusan, menjadi diri kita sendiri, berbuat yang terbaik
untuk harmonis dengan lingkungan sekitar, bersama-sama saling mengisi
demi tercapainya kebersamaan agung.
0 komentar:
Post a Comment