Sahabat,
kali ini saya ingin membahas tentang Dilema Antara "Antara
Mempertahankan Kebudayaan dan Menjalankan Syariat Islam", pasti bingung
kan harus bagaimana -.-. Yah, banyak kita tahu bahwa budaya-budaya
yang ada di Indonesia merupakan budaya - budaya yang timbul atau muncul
sebelum datangnya Agama Islam. Budaya-budaya di Indonesia tersebut
sebagian besar adalah penginggalan nenek moyang yang berasal dari
ajaran atau budaya Hindhu, Budha, dan kepercayaan Animisme.
Dari sekian
banyak budaya tersebut, apabila penulis melihat, banyak diantara
budaya-budaya tersebut yang bertentangan dengan hukum Islam,
diantaranya adalah hukum tentang Syirik, menutup aurat, boros dll.
Disatu sisi kita sebagai warga Indonesia harus ikut mempertahankan
budaya lokal, namum disisi lain kita sebagai umat islam harus
menjalankan syariat islam, lalu apa yang harus kita perbuat ?
Untuk
menjernihkan persoalan ini, ada baiknya kita memulai dari konsep atau
definisi dari istilah-istilah yang berkaitan dengan topic pembahasan.
Menurut Suparlan (2003), Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk
memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamanya, serta
menjadi landasan bagi tingkah-lakunya.
Dengan
demikian, kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan,
petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri
atas serangkaian model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan
digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana
terwujud dalam tingkah-laku dan tindakan-tindakannya(Parsudi Suparlan. 2003. Hubungan Antar Sukubangsa).
Dalam Budya Sedekah Laut,
Selanjutnya
kembali ke pokok pembicaraan, banyak budaya di Indonesia yang masih
mencapurkan atau menitikberatkan terhadap pemujaan roh - roh leluhur,
salah satu yang akan saya jadikan contoh disini adalah budaya Sedekah
Laut di daerah tempat saya tinggal yaitu Cilacap,
Sedekah laut merupakan kegiatan membuang sesaji, atau istilahnya adalah melarung sajen yang
dimaksudkan sebagai rasa syukur dan permohonan keselamatan para nelayan
dan masyarakat sekitar Cilacap kepada sang pencipta, sang penguasa laut
(sing mbaurekso) dan kepada Arwah-arwah leluhur.
Ritual sedekah laut umumnya dilakukan pada bulan Sura atau bulan Muharam di hari-hari yang telah di tetapkan, semisal jumat kliwon dan selasa kliwon di bulan tersebut. Bulan Muharam
adalah bulan yang sakral bagi umat islam bahkan menjadi salah satu
bulan suci bagi umat islam sebagai bentuk evaluasi diri, pengutaraan
rasa syukur kepada Allah SWT dan pergantian tahun pada kalender
Hijriah. Begitupun dalam kacamata orang jawa yang telah terakulturasi
kebudayan Islam dari animisme-dinamisme dan Hindu-Budha, hanya bedanya,, bagi sebagian masyarakat Jawa bulan Suro
adalah bulan yang mistis atau keramat. Pada bulan ini, umumnya
masyarakat Jawa tidak berani untuk melakukan kegiatan apapun, seperti
pernikahan ataupun hajatan, dikarenakan takut menimbulkan petaka bagi
keberlangsungan hidup mereka (Purwanti, 2010)
Kegiatan di bulan Sura biasanya adalah kegiatan selametan dan persembahan yang sering diikenal dengan istilah-istilah tirakatan (selametan) dan Sadranan atau Nadran (Pembuatan nasi tumpeng yang dihiasi lauk pauk dan bermacam-macam kembang yang kemudian di Larung ke laut disertai dengan kepala kerbau) “Sedekah Laut”.
Dalam masyarakat Cilacap sendiri sedekah laut biasa disebut Larung
sesaji, yang merupakan prosesi menghanyutkkan sesaji ke laut sebagai
bentuk pengungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan penguasa
laut pantai selatan, Nyai Roro Kidul. Sosok Nyai Roro Kidul sangat
dihormati dikalangan nelayan Cilacap, mereka berpendapat bahwa Nyai Roro
Kidul adalah Ratu Pantai Selatan yang menjaga, mengatur serta
menghidupi kelangsungan kehidupan di Pantai selatan Jawa. Mereka juga
berpendapat bahwa, penghasilan baik dan buruknya mereka melaut adalah
tergantung dari bagaimana kebaikan dari Ratu Pantai Selatan, oleh sebab
itu guna menarik mendapatkan ridho, berkah dan keselamatan dari sang
ratu, maka setiap tahun masyarakat melakukan persembahan kepada Nyai
Roro Kidul dalam bentuk “Sedekah Laut”.
sedekah
laut dicilapap bermula pada saat pemerintahan tumenggung cakrawerdaya
III pada tahun 1871 yang memerintahkan masyarakat dan nelayan untuk
melarung sesaji sebagai rasa syukur terhadap sang pencipta dan Nyai Roro
Kidul.
berikut merupakan prosesi Sedekah laut di cilacap
- Pemasangan baliho dan iklan oleh pihak pemerintah mengenai jadwal dan tempat pelaksanaan.
- Sebelum hari pelaksaan, dilakukan nyekar atau ziarah ke Pantai Karang Bandung (Pulau Majethi).
- Pengambilan air suci di sekitar Pulau Majethi, sebagai tempat tumbuhnya bunga Wijayakusuma.
- Malam harinya dilanjutkan dengan Tirakatan di Pendopo Kabupaten
- Pemotongan tumpeng, pembuatan sesaji dan jolen tunggul berbentuk rumah joglo, serta pernak-pernik kelengkapan yang akan di larung, termasuk pemotongan kepala kerbau.
- Esoknya, pembawaan sesaji (jolen) ke laut di iringi jolen tunggul dan jolen pendamping.
- Pembawaan sesaji ke kapal nelayan yang telah dihiasi hiasan warna-warni untuk dilepaskan ke lautan.
- Pelepasan sesaji ke laut, dilaksanakan secara khidmat.
- Malam harinya, diadakan pertunjukaan wayang semalam suntuk dan acara berlangsung 2 hari penuh.
Dari
penjelasan diatas sekarang kita mencoba untuk melihat hal tersebut dari
sudut pandang Syariat Islam. Diatas telah dijelaskan bahwa Sedekah laut
dilaksanakan untuk mengungkapkan rasa syukur dan memohon keberkahan dan
keselamatan kepada Tuhan dan Penjaga laut kidul yang biasa disebut Nyai
Roro kidul. Dalam hal ini kita bisa langsung mengambil kesimpulan bahwa
kegiatan tersebut termasuk kegiatan Syirik atau mempersekutukan Allah
SWT, karena kegiatan tersebut selain bertujuan kepada Allah juga kepad
Nyai Roro Kidul. Syirik adalah kegiatan
mempersekutukan Allah, atau melakukan penyembahan kepada selain Allah
SWT. dan Dosa Syirik tidak akan diampuni
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar. (QS. An Nisa: 48)
Diriwayatkan dari shohabat Abdulloh bin Mas’ud rodiallohu anhu berkata: bahwa Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda:Syirik merupakan dosa yang sangat besar, bahkan dikatakan dosanya tidak akan diampuni oleh Allah SWT.
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَدْعُوْ مِنْ دُوْنِ اللهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ
“Barangsiapa mati dalam menyembah sesembahan selain Alloh sebagai tandingannya, maka masuklah ia kedalam neraka.” (HR. Bukhori)
Selain kegiatan tersebut merupakan Syirik, kegiatan tersebut merupakan sebuah bentuk Khurafat. Khurafat adalah salah satu bentuk penyelewengan dalam aqidah Islam. Amalan Khurafat mengalihkan kepercayaan manusia/ ketergantungan manusia dari meminta hanya kepada Allah kepada makhluk ciptaan Allah.
Selain budaya Sedekah laut yang telah dijelaskan diatas, masih banyak budaya-budaya yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti jatilan / kuda lumping yang didalamnya terdapat upacara pengundangan roh-roh halus dsb.
Kesimpulan
Dilain
sisi hal tersebut merupakan hal yang dilarang oleh Allah SWT, namun itu
merupakan budaya lokal Indonesia yang meupakan kekayaan budaya
Indonesia. Kita juga tidak bisa serta - merta melarang kegiatan tersebut
untuk dilaksanakan, karena itu merupakan suatu hak kepercayaan yang
telah diatur oleh undang - undang. Indonesia bukanlah negara Islam yang
mewajibkan setiap warganya untuk melaksanakan syariat Islam. lalu
bagaimana sikap yang harus kita ambil ? itu kembali lagi kepada
kita. Kalau saya pribadi tidak mau mengambil resiko dengan melanggar
Syariat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT karena saya adalah seorang
muslim. Seperti telah dijelaskan diatas kebudayaan merupakan sesuatu
yang berasal dari manusia ,
sedangkan syariat Islam adalah hukum yang sudah tetap ditetapkan oleh
Allah SWT yang tidak dapat diganggu gugat oleh apapun itu, maka apakah
kita akan mempertaruhkan hukum yang telah dibuat oleh tuhan hanya untuk
mempertahankna sesuatu yang berasal dari manusia yang tidak lain adalah
ciptaan-Nya. Namun, kita juga harus tetap menghormati apa yang orang
lain lakukan karena itu merupakan hak kepercayaan mereka.
Wallahua'lam
Demikian artikle saya, saya
tidak bermaksud memojokkan siapa-siapa disini. disini saya hanya ingin
mengemukakan pendapat saya. Apabila ada kesalahan saya mohon maaf yang
sebesar-besarnya :)
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
sumber : Parsudi Suparlan. 2003.
Hubungan Antar Sukubangsa. Jakarta. Yayasan Ilmu Kepolisian: hal 2,
kurmasahira.com/Definisi Syirik, Wikipedia Indonesia, Budaya. Purwanti,
S., Wahyu., Dwi. 2010. Sedekah Laut dalam Masyarakat Nelayan Cilacap.
Semarang : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. Vol 5. No 1.Hal
52.
0 komentar:
Post a Comment