Pages

6 December 2012

Sedekah laut bukan budaya Islam

Sahabat, kali ini saya ingin membahas tentang Dilema Antara "Antara Mempertahankan Kebudayaan dan Menjalankan Syariat Islam", pasti bingung kan harus bagaimana -.-.  Yah, banyak kita tahu bahwa budaya-budaya yang ada di Indonesia merupakan budaya - budaya yang timbul atau muncul sebelum datangnya Agama Islam. Budaya-budaya di Indonesia tersebut sebagian besar adalah penginggalan nenek moyang yang berasal dari ajaran atau budaya Hindhu, Budha, dan kepercayaan Animisme.
Dari sekian banyak budaya tersebut, apabila penulis melihat, banyak diantara budaya-budaya tersebut yang bertentangan dengan hukum Islam, diantaranya adalah hukum tentang Syirik, menutup aurat, boros dll. Disatu sisi kita sebagai warga Indonesia harus ikut mempertahankan budaya lokal, namum disisi lain kita sebagai umat islam harus menjalankan syariat islam, lalu apa yang harus kita perbuat ? 

Untuk menjernihkan persoalan ini, ada baiknya kita memulai dari konsep atau definisi dari istilah-istilah yang berkaitan dengan topic pembahasan. Menurut Suparlan (2003), Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamanya, serta menjadi landasan bagi tingkah-lakunya.

Dengan demikian, kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah-laku dan tindakan-tindakannya(Parsudi Suparlan. 2003. Hubungan Antar Sukubangsa).

Dalam Budya Sedekah Laut,
Selanjutnya kembali ke pokok pembicaraan, banyak budaya di Indonesia yang masih mencapurkan atau menitikberatkan terhadap pemujaan roh - roh leluhur,  salah satu yang akan saya jadikan contoh disini adalah budaya Sedekah Laut di daerah tempat saya tinggal yaitu Cilacap, 

 

Sedekah laut merupakan kegiatan membuang sesaji, atau istilahnya adalah melarung sajen  yang dimaksudkan sebagai rasa syukur dan permohonan keselamatan para nelayan dan masyarakat sekitar Cilacap kepada sang pencipta, sang penguasa laut (sing mbaurekso) dan kepada Arwah-arwah leluhur. 

Ritual sedekah laut umumnya dilakukan pada bulan Sura atau bulan Muharam di hari-hari yang telah di tetapkan, semisal jumat kliwon dan selasa kliwon di bulan tersebut. Bulan Muharam adalah bulan yang sakral bagi umat islam bahkan menjadi salah satu bulan suci bagi umat islam sebagai bentuk evaluasi diri, pengutaraan rasa syukur kepada Allah SWT  dan pergantian tahun pada kalender Hijriah. Begitupun dalam kacamata orang jawa yang telah terakulturasi kebudayan Islam dari animisme-dinamisme dan Hindu-Budha, hanya bedanya,, bagi sebagian masyarakat Jawa bulan Suro adalah bulan yang mistis atau keramat. Pada bulan ini, umumnya masyarakat Jawa tidak berani untuk melakukan kegiatan apapun, seperti pernikahan ataupun hajatan, dikarenakan takut menimbulkan petaka bagi keberlangsungan hidup mereka (Purwanti, 2010)

Kegiatan di bulan Sura biasanya adalah kegiatan selametan dan persembahan yang sering diikenal dengan istilah-istilah tirakatan (selametan) dan Sadranan atau Nadran (Pembuatan nasi tumpeng yang dihiasi lauk pauk dan bermacam-macam kembang yang kemudian di Larung ke laut disertai dengan kepala kerbau) “Sedekah Laut”.

Dalam masyarakat Cilacap sendiri sedekah laut biasa disebut Larung sesaji, yang merupakan prosesi  menghanyutkkan sesaji ke laut sebagai bentuk pengungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan penguasa laut pantai selatan, Nyai Roro Kidul. Sosok Nyai Roro Kidul sangat dihormati dikalangan nelayan Cilacap, mereka berpendapat bahwa Nyai Roro Kidul adalah Ratu Pantai Selatan yang menjaga, mengatur serta menghidupi kelangsungan kehidupan di Pantai selatan Jawa. Mereka juga berpendapat bahwa, penghasilan baik dan buruknya mereka melaut adalah tergantung dari bagaimana kebaikan dari Ratu Pantai Selatan, oleh sebab itu guna menarik mendapatkan ridho, berkah dan keselamatan dari sang ratu, maka setiap tahun masyarakat melakukan persembahan kepada Nyai Roro Kidul dalam bentuk “Sedekah Laut”.  

sedekah laut dicilapap bermula pada saat pemerintahan tumenggung cakrawerdaya III pada tahun 1871 yang memerintahkan masyarakat dan nelayan untuk melarung sesaji sebagai rasa syukur terhadap sang pencipta dan Nyai Roro Kidul. 

berikut merupakan prosesi Sedekah laut di cilacap 
  • Pemasangan baliho dan iklan oleh pihak pemerintah mengenai jadwal dan tempat pelaksanaan.
  • Sebelum hari pelaksaan, dilakukan nyekar atau ziarah ke Pantai Karang Bandung (Pulau Majethi).
  • Pengambilan air suci di sekitar Pulau Majethi, sebagai tempat tumbuhnya bunga Wijayakusuma.
  • Malam harinya dilanjutkan dengan Tirakatan di Pendopo Kabupaten
  • Pemotongan tumpeng, pembuatan sesaji dan jolen tunggul berbentuk rumah joglo, serta pernak-pernik  kelengkapan yang akan di larung, termasuk pemotongan kepala kerbau.
  • Esoknya, pembawaan sesaji (jolen) ke laut di iringi jolen tunggul dan jolen pendamping.
  • Pembawaan sesaji ke kapal nelayan yang telah dihiasi hiasan warna-warni untuk dilepaskan ke lautan.
  • Pelepasan sesaji ke laut, dilaksanakan secara khidmat.
  • Malam harinya, diadakan pertunjukaan wayang semalam suntuk dan acara berlangsung 2 hari penuh.
Dilihat dari sudut pandang Syariat Islam
Dari penjelasan diatas sekarang kita mencoba untuk melihat hal tersebut dari sudut pandang Syariat Islam. Diatas telah dijelaskan bahwa Sedekah laut dilaksanakan untuk mengungkapkan rasa syukur dan memohon keberkahan dan keselamatan kepada Tuhan dan Penjaga laut kidul yang biasa disebut Nyai Roro kidul. Dalam hal ini kita bisa langsung mengambil kesimpulan bahwa kegiatan tersebut termasuk kegiatan Syirik atau mempersekutukan Allah SWT, karena kegiatan tersebut selain bertujuan kepada Allah juga kepad Nyai Roro Kidul. Syirik adalah kegiatan mempersekutukan Allah, atau melakukan penyembahan kepada selain Allah SWT. dan Dosa Syirik tidak akan diampuni
Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar. (QS. An Nisa: 48)
Diriwayatkan dari shohabat Abdulloh bin Mas’ud rodiallohu anhu berkata: bahwa Rosululloh sholallohu alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَدْعُوْ مِنْ دُوْنِ اللهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ

“Barangsiapa mati dalam menyembah sesembahan selain Alloh sebagai tandingannya, maka masuklah ia kedalam neraka.” (HR. Bukhori)
Syirik merupakan dosa yang sangat besar, bahkan dikatakan dosanya tidak akan diampuni oleh Allah SWT.

Selain kegiatan tersebut merupakan Syirik, kegiatan tersebut merupakan sebuah bentuk Khurafat. Khurafat adalah salah satu bentuk penyelewengan dalam aqidah Islam. Amalan Khurafat mengalihkan kepercayaan manusia/ ketergantungan manusia dari meminta hanya kepada Allah kepada makhluk ciptaan Allah. 


Selain budaya Sedekah laut yang telah dijelaskan diatas, masih banyak budaya-budaya yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti jatilan / kuda lumping yang didalamnya terdapat upacara pengundangan roh-roh halus dsb.

Kesimpulan
Dilain sisi hal tersebut merupakan hal yang dilarang oleh Allah SWT, namun itu merupakan budaya lokal Indonesia yang meupakan kekayaan budaya Indonesia. Kita juga tidak bisa serta - merta melarang kegiatan tersebut untuk dilaksanakan, karena itu merupakan suatu hak kepercayaan yang telah diatur oleh undang - undang. Indonesia bukanlah negara Islam yang mewajibkan setiap warganya untuk melaksanakan syariat Islam. lalu bagaimana sikap yang harus kita ambil ? itu kembali lagi kepada kita. Kalau saya pribadi tidak mau mengambil resiko dengan melanggar Syariat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT karena saya adalah seorang muslim. Seperti telah dijelaskan diatas kebudayaan merupakan sesuatu yang berasal dari manusia , sedangkan syariat Islam adalah hukum yang sudah tetap ditetapkan oleh Allah SWT yang tidak dapat diganggu gugat oleh apapun itu, maka apakah kita akan mempertaruhkan hukum yang telah dibuat oleh tuhan hanya untuk mempertahankna sesuatu yang berasal dari manusia yang tidak lain adalah ciptaan-Nya. Namun, kita juga harus tetap menghormati apa yang orang lain lakukan karena itu merupakan hak kepercayaan mereka. 

Wallahua'lam 

Demikian artikle saya, saya tidak bermaksud memojokkan siapa-siapa disini. disini saya hanya ingin mengemukakan pendapat saya. Apabila ada kesalahan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya :)

Wassalamu'alaikum Wr.Wb.

sumber : Parsudi Suparlan. 2003. Hubungan Antar Sukubangsa. Jakarta. Yayasan Ilmu Kepolisian: hal 2, kurmasahira.com/Definisi Syirik, Wikipedia Indonesia, Budaya. Purwanti, S., Wahyu., Dwi. 2010. Sedekah Laut dalam Masyarakat Nelayan Cilacap. Semarang : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. Vol 5. No 1.Hal 52.

0 komentar:

Post a Comment