Pages

2 April 2015

Sebuah kisah hikmah dari cerita silat dari Gunung Himalaya

Kisah Hikmah Ary GinanjarDisebuah gunung di Tibet terdapat sebuah perguruan Silat Kungfu yang sangat hebat dan kesohor. Perguruan itu dipimpin oleh seorang guru atau Sifu yg sudah tua. Di antara murid-muridnya Sang Sifu memiliki seorang murid yg sangat pintar yang bernama Chao Wei. Jurus apa saja yang diajarkan Sifu kepada Chao Wei maka dengan dengan cepat Chao Wei menyerapnya.
Akhirnya tiba saatnya Sang Sifu mengajarkan jurus terakhirnya. Dengan cepat pula Chao Wei mengusainya. Akhirnya semua jurus dari Sifu kini berada ditangannya. Lalu Sifu memerintahkannya untuk mendatangi dan mencoba ke perguruan-perguruan Kung fu di setiap penjuru Tibet dan Himalaya. Dengan kemampuan kungfunya yang hebat ia selalu menang dalam setiap pertandingan.
Kemenangan demi kemenangan telah diraihnya dan ilmu kungfunya kini semakin tinggi tak terkalahkan. Tanpa sadar kini Chao Wei mulai berubah, ia mulai merasa lebih hebat dari semua teman-temannya. Merasa lebih hebat dari para seniornya. Dan bahkan mulai merasa lebih pandai dari Sang Sifu. Chao Wei mulai dihinggapi kesombongan dan tidak lagi mau mendengar nasihat Sang guru.
Pada suatu hari, di perguruan itu kedatangan seorang tamu yg berpakaian lusuh. Dia bermaksud ingin menginap di sana. Lalu ia bermalam di perguruan itu, Seperti biasa, setiap pagi seluruh murid berlatih bersama, dan saat itu dipimpin oleh Chao Wei. Kebetulan tamu itu melintas sambil tersenyum-senyum melihat latihan itu. Melihat itu Chao Wei tersinggung karena merasa diremehkan. Lalu Chao Wei menantang sang tamu. Pada awalnya tamu itu menolak, akan tetapi karena didesak akhirnya ia mau menerima tantangan itu. Sang Sifu yang sudah tua itu mencoba melerai, akan tetapi tidak digubris oleh Chao Wei.
Pertandingan dimulai, Chao Wei mulai melancarkan semua serangan jurus-jurusnya yang terkenal mematikan, akan tetapi selalu bisa dihindari dengan mudah  dan ditangkis oleh Sang Tamu. Dan akhirnya Chao Wei mengeluarkan jurus pamungkas, yaitu jurus andalan yang bernama ” jurus delapan penjuru angin “ yang sangat dahsyat. Angin-angin taufan bergemuruh dan halilintar dan gunturpun turun akibat pengaruh kekuatan jurus itu.
Akan tetapi Chao Wei lengah ketika menyerang, dan dgn sigap dan cepat sebuah serangan tapak tangan terbuka Sang Tamu dengan cepat menyerang ulu hati Chao Wei. Cha Wei terhempas dan langsung jatuh pingsan. Pertandingan sudah usai dan tamu itu telah pergi. Setelah Chao Wei tersadar dari pingsannya ia membuka mata perlahan-lahan, disampingnya Sang Sifu duduk menemani. Chao Wei tidak tahu bahwa Sang Tamu yang dilawan itu sesungguhnya Dewa Angin Penguasa Gunung Himalaya !  Guru Sang Sifu.
Kini nampaknya Chao Wei tersadar atas kesombongannya selama ini, lalu ia meminta maaf kepada Sang Sifu. Lalu Sang Sifu berkata, “Cha Wei sesungguhnya sayalah yang harus meminta maaf kepadamu karena ada satu jurus rahasia lagi yang belum saya ajarkan”. “apa itu Sifu ?” tanya Chao Wei terbata-bata….Sifu menjawab, “Jurus terakhir Kungfu Tibet sesungguhnya adalah  bukan jurus untuk melawan ke luar diri,  akan tetapi jurus untuk melawan kedalam diri sendiri”
Pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah hikmah diatas adalah bahwa ada sebuah ilmu yang sangat sulit untuk dipelajari yaitu ” wisdom “.  Dia bukan ilmu kepala tapi ilmu hati. Bukan ilmu tangan tapi ilmu jiwa. Ilmu yang tidak kasat mata. Ilmu itu hanya bisa diraih melalui sebuah pengalaman hidup dan sebuah perenungan yang sangat dalam. Cara terbaik untuk mempelajari ilmu ” wisdom ” ini adalah REI dalam bahasa Jepang, yaitu loyalitas kepada atasan, atau senioritas. Itulah sebabnya di dalam dunia persilatan di China dan dunia bela diri di Jepang  selalu diajarkan secara turun temurun selama berabad-abad melalui tingkatan sabuk. Dan di dalam keluarga besar ESQ hal ini telah menjadi Nilai yang kedua setelah Integritas yaitu LOYALITAS. Artinya tidak cukup hanya pintar, tapi harus menjunjung tinggi loyalitas dan hormat serta patuh kepada atasan.

0 komentar:

Post a Comment