Pada jaman Tiongkok kuno, hiduplah seorang master Feng Shui.[1] Suatu
hari ia melakukan sebuah perjalanan ke sebuah tempat yang terpencil.
Setelah menaiki satu bukit ke bukit yang lain, dibawah terik matahari
dan sulit mendapatkan air, ia benar-benar kecapekan dan kehausan.
Akhirnya
ia dari kejauhan melihat sebuah bangunan yang hampir roboh dikelilingi
tembok, dengan bergegas ia berlari ke bangunan tersebut dan mengetuk
pintunya.
Setelah
menunggu agak lama, seorang wanita tua membuka pintu. Langsung ia
memohon sambil mengusap keringat yang bercucuran di keningnya karena
tersengat matahari sepanjang hari, ”Nenek, bolehkah saya minta seteguk
air untuk minum?” Wanita tua itu melihat wajah master Feng Shui yang
penuh semangat, dan nadi leher yang tenggelam oleh panas matahari.
“Tunggulah”, katanya, lalu ia membalikkan badannya, pergi perlahan
meninggalkan Master Feng Shui itu tanpa mempersilahkan masuk.
Setengah
hari telah berlalu, baru saja si Master Feng Shui itu telah hilang
kesabarannya, wanita tua itu kembali dengan membawa semangkok air
ditangannya. Segera saja Master Feng Shui itu meraih mangkok dari tangan
nenek tua itu dan seketika hendak meneguk habis air dalam mangkok itu,
namun ia menemukan beberapa sekam mengapung diatas air. Ia menjadi
sangat marah, namun karena ia begitu haus, dengan enggan ia meniup sekam
itu ke pinggir mangkok dan meminumnya dengan perlahan.
Ia
berpikir: ”Orang tua ini sungguh sangat tidak ramah, dan juga pelit; ia
bahkan tak memberiku semangkok air yang bersih. Biarlah, aku akan
memberinya pelajaran…” Master Feng Shui memutuskan hatinya dengan bulat,
dan berkata pada wanita tua itu: ”Nenek, terima kasih airnya, tetapi
saya tak punya apapun untuk menggantinya. Saya adalah seorang master
Feng Shui, bagaimana kalau saya memilihkan tempat pemakaman yang paling
sesuai untuk nenek, sehingga dapat beristirahat dengan tenang bila kelak
waktunya telah tiba.”
Wanita
itu mengikuti master Feng Shui ke sebuah bukit yang terdekat, dan
master itu mengeluarkan penunjuk arah Feng Shui nya. Setelah lama
melakukan pengukuran dan pengamatan, akhirnya ia menggambar sebuah tanda
silang di tanah dan berkata pada wanita tua itu,”Inilah tempat yang
paling menguntungkan, nenek dapat beristirahat disini bila waktumu
tiba.” “Bagus”, kata nenek menerima saran Master Feng Shui itu, dan
berkata,”Anda sebaiknya lekas-lekas pergi sebentar lagi akan ada badai.”
Sepuluh
tahun kemudian, si master Feng Shui itu melewati lagi tempat yang dulu
ditunjuknya. Ia teringat wanita tua yang dulu ditemuinya serta tempat
pemakaman yang ditunjuknya untuk wanita tua itu. Sebenarnya tempat yang
dipilihkan dia merupakan sebuah tempat terlarang dan membawa sial.
Dengan kata lain, ketika wanita tua itu dimakamkan disana, keluarga yang
ditinggalkannya akan tertimpa malapetaka. Master Feng Shui itu telah
sampai dilokasi pemakaman, dengan cepat ia mengenali batu nisan yang
berdiri ditempat yang dulu ia pilihkan untuk pemakaman nenek tua itu.
Si
Master Feng Shui itu melihat sekeliling dan mendapati bangunan rusak
yang dulu dia lihat sudah tidak ada lagi disana, kemudian dia menuruni
bukit itu, tempat yang dulu terpencil itu kini telah berubah menjadi
sebuah kota kecil yang sibuk. Ia menuruni bukit dan mengetuk pintu rumah
yang paling mewah dikota itu. Seorang anak muda membukakan pintu dengan
hangat dan mempersilakannya masuk.
Master
Feng Shui itu menanyakan bangunan yang telah rusak dan perihal nenek
tua yang dulu ditemuinya. Pemuda itu dengan antusias bertanya:”Andakah
master Feng Shui itu? Nenek meninggal sesaat anda pergi, dan mengatakan
perihal anda sebelum meninggal. Dia bersikeras meminta untuk dikuburkan
ditempat yang anda pilihkan, dia bilang karena anda telah memilihkan
dengan susah payah.”
Pemuda
itu membawakan semangkok air sambil berkata, ”Minumlah air ini dengan
pelan-pelan, jangan meminumnya dengan tergesa-gesa, anda baru saja
menempuh perjalanan jauh dibawah terik matahari. Itulah yang selalu
nenek katakan. Saya berharap anda tidak marah seperti 10 tahun yang lalu
ketika ia memberi anda air untuk diminum.
Nenek
selalu menaruh beberapa butir sekam kedalam air setiap kali pengembara
datang dan meminta air, agar orang tersebut tidak meminumnya dengan
tergesa-gesa sehingga tidak membahayakan keselamatannya. Begitu
mendengar perkataan ini, si Master Feng Shui ini hampir saja pingsan.
Sungguh sangat disayangkan, sudah sangat terlambat untuk memperbaikinya.
Akan
tetapi, melihat kehidupan keluarga ini demikian makmur, si Master Feng
Shui ini tak habis pikir. Ia berkata pada dirinya sendiri,”Apakah aku
telah melakukan kesalahan saat itu? Sungguh tidak mungkin.”
Dengan
ditemani si pemuda itu, Master Feng Shui kembali mengunjungi lokasi
pemakaman nenek tua itu. Ia mengeluarkan kompas Feng Shui nya, dan
dengan cermat diukurnya berulang-ulang. “Mustahil, mustahil”, gumam
Master Feng Shui itu yang semakin penasaran. Mungkinkah ini “urat nadi
naga” yang telah dia impikan selama bertahun-tahun? Pemuda itu lalu
menceritakan peristiwa yang terjadi 10 tahun yang lalu. “Tak lama
setelah anda pergi, tempat ini dihajar angin topan, hujan lebat terjadi
selama 3 hari tanpa henti. Banjir bandang menghanyutkan semuanya
termasuk bangunan yang rusak itu.”
“Ketika
banjir telah surut, keluarga kami harus membangunnya mulai dari nol
lagi. Seperti yang anda lihat, tempat asli dari bangunan tua itu
sekarang telah berubah menjadi rumah yang paling menonjol. 10 tahun yang
lalu, hanya ada beberapa rumah disini, sekarang tempat ini telah
menjadi sebuah kota kecil yang indah, terimakasih untuk anda ….”
“Lama
sebelum nenek saya meninggal, perlu dilakukan sesuatu untuk menemukan
kembali lokasi yang telah anda pilihkan untuknya. Nenek bilang, keluarga
kami akan menjadi sangat beruntung bila nenek dimakamkan dilokasi ini,”
lanjut pemuda itu.
Sebenarnya
perhitungan si Master Feng Shui ini sedikit pun tidak meleset, tempat
dimana ia menggambar tanda silang benar-benar bukan tempat yang memberi
keberuntungan. Akan tetapi, banjir telah merubah topografi disekitar
tempat itu, dan merubahnya menjadi “urat nadi naga”.
Sebagaimana
terdapat sebuah perkataan, ”Yang mendiami tanah penuh berkah adalah dia
yang telah diberkahi dan begitu pula sebaliknya. Apa yang telah
ditakdirkan untuk menjadi miliknya, maka dia akan mendapatkan apa yang
patut dia dapatkan.”
0 komentar:
Post a Comment