Pages

11 February 2014

Disni aku ingin bertahan

Aku disini.

Berjuang untuk bertahan.
Angin.. kadang dingin dan menusuk. Tapi jika aku memikul lebih banyak beban. Kakiku mungkin tak akan kuat lagi menahan.
Aku membangun dan meniti perasaan yang dalam dan jalannya rumit sekali.
Awalnya aku sudah capek sekali. Jatuh cinta sakit, jatuh cinta sakit, jatuh cinta sakit, dan itu berkali-kali. Sudahlah, sudah ah.
Aku tak mau menuruti kata-kata kuno “Obat sakit hati adalah jatuh cinta lagi”. Bohong! Jelas hanya akan membuka peluang untuk sakit lagi, sakit lagi, sakit lagi.


Seseorang membuatku sadar, bahwa aku punya payung yang sangat istimewa. Seseorang membuatku sering mendatangi dan berlindung di payung ini. Seseorang menyadarkanku betapa pentingnya payung yang aku punyai ini. Seseorang menjawab ketakutanku, pada deras yang menyakitkan, dengan payung ini. Aku mulai menyukai payung ini. Aku merasa bagian terpenting dari payung ini. Aku bahagia. Aku jatuh cinta, pada orang yang membuatku merasa memiliki payung ini.

Lama, dan aku pernah merasa sangat dekat, ketika kita masih berada dalam satu payung. Milikku, dan milikmu. Aku menganggapnya seperti itu, karna ingatlah, aku sedang jatuh cinta. Berkali-kali, dan kuharap ini yang terakhir. Aku capek sakit lagi, sakit lagi, dan terbebani dengan perasaan sebesar ini. Perasaan titipan Tuhan yang ku coba resapi, ku coba selami, tapi sulit untuk menentukan titik kejelasan. Aku takut tak terbalas lagi. Aku takut tak bisa mencintai dengan benar.

Aku. Wanita bodoh ini, jatuh cinta pada lelaki yang menjaga prinsip, dirinya untuk tidak memikirkan hal-hal aneh dan mengerikan sepertiku.

Bercerita..

Dulu, sakit hati pertamaku, dengan lelaki yang tampan, digemari banyak perempuan. Tapi sangat konyol. Saat itu aku masih duduk di bangku sekolah dasar. Lelaki itu memilih menjauhiku karna aku menjauhinya lebih dulu. Aku tidak mengerti banyak tentang cinta. Aku menyukainya. Tapi aku menjauhinya. Dia malah lebih menjauhi. Dan itu sakit sekali. Tapi, aku sadar setelah bertemu dengan orang lain di bangku sekolah menengah, bahwa ternyata ini bukan cinta.

Dulu, sakit hati keduaku, dengan lelaki yang hebat, tampan, kuat dan kaya raya. Sungguh, bukan materi yang membuatku jatuh cinta kepadanya. Jatuh cinta begitu saja.
Cinta pertama masa sekolah. Sangat berat. Aku, membenturkan diri pada kenyataan bahwa aku tidak pantas untuknya, aku terlalu miskin. Dan benar saja. Aku pikir perasaanku terbalas. Ah ternyata. Sebulan, dua bulan, setahun, dua tahun, tiga tahun, lima tahun, aku menunggunya. Tapi untuk sekedar bertanya kabarnya saja, aku ditolak! Dia menemukan wanitanya.

Dulu, sakit hati ke-tigaku, dengan lelaki yang bersahabat denganku lama sekali. Kehadirannya seperti penyembuh dan malaikat saat itu. Melayangkan hatiku tinggi di udara. Aku berharap banyak padanya.
Aku masih sakit hati saat itu, dan dia menawarkan cinta. Aku menerimanya dan membuka diri. Tapi sial, dia adalah lelaki yang gila wanita. Aku berhenti setelah tau. Aku benci cinta.

Dulu, sakit hati ke-empatku, dengan lelaki yang letak rumahnya tak jauh denganku. Aku merasakan kehadirannya ketika berada di samping bahkan di belakangku. Secara tidak sengaja kami sering bertemu. Aku pikir ini takdir yang indah. Aku pikir dia akan beda dengan yang lain. Aku memendam perasaan ini dalam. Berharap dia menggalinya dan tidak akan pernah menyerah denganku. Tapi dia, memilih untuk memendam perasaannya juga. Kemudian menghilang seperti ditarik UFO ke dunia lain.

Dulu, sakit hati ke-limaku, dengan lelaki yang ku pikir pandai, berpengaruh, memegang teguh agama dan memiliki masa depan yang jelas. Aku mengagumi, kemudian jatuh cinta pada lelaki itu.
Haha! Tapi parahnya, dia memilih wanita lain. Wanita yang bisa dia permainkan semaunya. Lelaki yang terlihat emas dari luar, ternyata dari dalam dipenuhi tahi. Aku menyaksikan dia tidur dengan wanita lain. Dan aku bersyukur untuk sakit hati yang satu ini! Aku jatuh cinta pada lelaki yang mengerikan!


Ya, memang sakit hati lagi.
Ku ambil hikmah-Nya. Ku rasakan nikmat-Nya. Dan aku mencoba lagi.
Segala rasa perih dihati, coba resapi, coba hayati.

Sampai ketika aku memiliki sebuah payung. Payung yang sering aku tinggalkan. Aku hampir tidak pernah berada di dalamnya. Aku hampit tidak pernah memegang erat bahkan menggunakannya.
Seseorang menyadarkanku, betapa bermaknanya payung ini bagiku, baginya juga. Kita sama-sama menjadi bagian. Aku pikir masing-masing tidak akan lepas. Akan selalu saling mengisi. Dalam satu payung. Aku pikir dia nyaman berada di sini.
Ini pergantian musim.
Penghujan.
Dan semua orang selalu ribut. Ribut mengeluh, menyerah, berputus asa. Sedangkan dalam deras, aku selalu memohon  pada Sang Pemberi, “Semoga dia tetap berada di payung ini, semoga kami akan dilindungi dari hujan deras akhir tahun ini. Semoga dia tepat dan Yang Terakhir!”.
Aku lelah berharap. Dia tidak mungkin menunjukkan perasaannya. Ini persoalan prinsip. Dia pergi dari payung ini. Mungkin memilih payung lain. Yang lebih kuat, yang lebih indah, yang lebih besar, yang lebih sesuai dengannya. Payung yang dia pegang sendiri, mungkin karena didalamnya ada keistimewaan, dan ternyata itu bukan aku. Sudah ku duga akan seperti ini lagi.
Payungku sudah peyok. Berlubang dan lusuh. Dia akan terus kebasahan jika tetap berada di dalam payung ini. Silahkan pergi, silaaaahkaaaaaaaaan!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
 I will survive, I won’t surrender,
Aku akan bertahan sendiri.

0 komentar:

Post a Comment