Pages

20 July 2015

Kakek dan Nasehatnya di Pagi Hari


Image result for Kakek dan Nasehatnya di Pagi HariSuatu hari aku bertemu dengan seorang tua di halaman masjid, orang tua yang seringkali berada di situ untuk berjualan minuman panas. Aku memesan satu kopi yang beliau seduh dalam gelas plastik. Kami membuka percakapan dengan basa-basi, bertanya nama, dari mana, tinggal dimana, dan lain-lain hingga sampai pada nasehat-nasehatnya yang membuat saya menyadari sesuatu.

“Nak, kalau saja nasehat itu hanya boleh disampaikan oleh orang-orang yang alim, niscaya banyak kebaikan yang akan tertunda. Bahkan nasehat itu bisa kita petik dari preman pasar, anak kecil, orang yang bahkan tidak pernah mengenyam pendidikan, dan banyak lainnya.”
Aku mendengarkan beliau sembari menyeruput kopi.

“Jangan menunda berbuat baik hanya karena kamu merasa belum baik. Jangan menunda menikah hanya karena kamu belum pandai mengaji seluruh isi kitab suci apalagi menghafalkannya, yang perempuan juga alangkah indahnya jangan menunda mengenakan pakaian yang tertutup hanya karena merasa belum pantas tingkah lakunya.”
“Nak, segala kebaikan itu jangan ditunda. Apa yang kita lakukan ini seperti wudhu dan shalat. Dimana bila wudhu tidak terpenuhi, maka shalat tidak bisa dilakukan. Tapi, Allah masih memberikan keringanan berupa tayamum agar kita tetap bisa melakukan shalat bila tidak ada air. Bahkan bila keadaannya sangat tidak memungkinkan seperti kamu sakit dll, kamu tetap bisa melaksanakan shalat dengan keringanan-keringanan yang diberikan. Kebaikan itu seperti itu kiasannya nak, bahwa kita mungkin belum bisa memenuhi syarat-syarat kriteria orang shaleh. Tapi jangan karena kita belum memenuhinya, banyak kebaikan yang kita tunda karenanya. Bukankah, sejatinya kebaikan itu dilakukan guna mencapai kriteria-kriteria itu?”
Beliau terus berbicara sambil melayani beberapa pesanan orang yang juga memesan kopi, udara subuh di kota ini sedang dingin-dinginnya di musim kemarau.
“Nak, kalau kamu memiliki niat baik. Segerakanlah, Karena Allah akan selalu menolong hamba-Nya yang berusaha berbuat baik, apalagi bila itu sebuah ibadah.”
Aku mengangguk, membenarkan kalimat beliau sambil berpikir sesuatu.
“Kebaikan apa yang hendak segera kamu lakukan, Nak?” tanya beliau tiba-tiba.
Aku tersenyum.
“Menikah, Kek”
“Semoga disegerakan ya, sudah ada calonnya?” tanya kakek menyelidik sambil menepuk-nepuk pundakku.
Aku membenarkan posisi duduk, berusaha menahan jawaban itu sambil menyeruput kopi. Keburu dingin.

1 komentar:

obat aborsi said...

thanks kakak

Post a Comment