Rencana Tuhan selalu berakhir dengan kebaikan. Jika kamu merasa
rencanaNya belum baik, maka sesungguhnya rencana Tuhan itu belum
berakhir.
Setiap kejadian selalu menghadirkan banyak persepsi. Tergantung dari
bagaimana cara kita memahami dan memandang kejadian tersebut. Bisa hitam
atau putih. Baik atau buruk. Senang atau susah. Lapang atau sempit. Dan
lain sebagainya. Bagi manusia, setiap kejadian adalah relatif;
bergantung pada cara ia memandang kejadian tersebut.
Tapi sesungguhnya setiap apa yang terjadi adalah selalu berakhir dengan
kebaikan. Bagi kita yang memiliki iman kepadaNya, Dia Yang Maha
Pengatur, setiap kejadian adalah sesuai dengan rencanaNya. Dan setiap
rencanaNya selalu berakhir dengan kebaikan. Jika pun manusia merasa
rencanaNya tidak baik: periksalah kembali iman kepadaNya. Dan tahukah
kamu bahwa saat kita merasa rencanaNya “tidak baik” maka sesungguhnya
rencanaNya hanya belum berakhir saja.
Manusia harus mau mengerti bahwa semua yang sudah ditetapkanNya tidak
ada yang salah, tidak ada yang memberatkan, tidak ada yang membebani.
Hanya saja, manusia sering terburu-buru mengartikan segala sesuatu,
setiap kejadian langsung menyalahkan pihak lain. Mencari “kambing hitam”
atas segala kejadian yang dianggap tidak baik. Bahkan hingga
menyalahkan Tuhan untuk sesuatu yang dirasa menyedihkan.
Mudah saja sebenarnya, berprasangka-baiklah terhadap hal apapun yang
terjadi menimpa kita. Berfikir bahwa semua akan baik-baik saja, maka
Tuhan akan membuatnya baik. Allah itu sebagaimana prasangka hambaNya.
Berfikirlah tenang dan mendalam dalam menghadapi masalah. Masalah ada
sebagai ujian bagi kita untuk menjadi manusia yang lebih baik. Jangan
pernah menyerah, kembangkan terus harapan padaNya. Memang, ini terdengar
hanya sebatas teori saja. Pada prakteknya akan menjadi tidak mudah.
Tidak masalah! Meski tidak mudah, pada kenyataannya pun sudah banyak
orang yang bisa mengatasi masalahnya. Bahkan masalah yang lebih besar
dari apa yang kita hadapi.
Baiklah, saya juga manusia biasa, dan saya juga pernah “terjatuh” dalam
berbagai hal atau kejadian yang menyakitkan. Kalau pun ditanya apakah
saya pernah bersedih, pastinya saya akan jawab: sangat pernah.
Memang tidak selalu menangis jika saya bersedih. Terlahir sebagai
laki-laki akan ada aturan tidak tertulis untuk tidak menangisi suatu hal
yang tidak patut ditangisi, meski itu menyedihkan. Tapi yang pasti
tidak ada yang salah dengan menangis. Manusiawi kok! Selain karena Tuhan
sudah menciptakan air mata; maka sayang sekali jika tidak dimanfaatkan
untuk membersihkan mata. Juga, konon menangis adalah tanda bahwa hati
kita masih hidup. Asal tak berlebihan saja. Toh, setiap yang berlebihan
kan tidak baik, ya?
Masalah yang menimpa, ujian yang datang, kesulitan yang menghadang
janganlah terlalu dirisaukan. Allah tidak akan menguji hambaNya melebihi
kemampuan si hamba tersebut.
Ambil pelajaran dari setiap kejadian yang hadir dalam hidup kita. Saya
sendiri adalah manusia yang masih belajar untuk itu. Saya hanya bisa
memohon ampunan padaNya lalu sebisa mungkin merenungkan masalah yang
hadir pada diri ini jika masalah hadir. Mungkin saja Tuhan sedang
memberikan pelajaran bersabar secara private dan eksklusif pada saya
untuk menjadikan saya manusia yang lebih kuat. Juga, menurut para alim
ulama bahwa setiap masalah yang menimpa adalah salah satu bentuk kasih
sayang Tuhan pula pada saya, kamu, dan kita semua.
Saya ambil contoh pelajaran tentang sebuah kehilangan. Kehilangan apapun
atau siapapun seringkali menyakitkan. Apalagi jika itu semua adalah
hal-hal yang kita cintai. Semua datang dan pergi sesuai kehendakNya. Di
satu sisi kehilangan memberikan rasa sakit yang tiada terperi, tapi di
sisi lain juga sebaliknya. Ada kebaikan, kebahagiaan, atau kebenaran
lain yang seringkali terlepaskan dalam sisi pandangan manusia. Takdir
indah!
Saya membaca sebuah buku “Dunia Tanpa Kacamata”. Dan didalamnya mengutip
pula hikmah dari novel penuh hikmah berjudul “Rembulan Tenggelam Di
Wajahmu” karya Tere Liye.
Ada seseorang yang mempertanyakan lima pertanyaan besar dalam hidupnya
yang membuat orang ini jauh dari rasa syukur. Sebelum kematiannya, saat
dia terbaring koma, dia diberi kesempatan untuk bertemu seseorang
berbaju putih yang akan menjawab lima pertanyaan besar tersebut. Salah
satu pertanyaan besarnya adalah, “Kenapa langit begitu tega mengambil
istrinya yang sangat dicintai? Kenapa takdir menyakitkan itu harus
terjadi?”
Pertanyaan itu adalah pertanyaan ketiga saat dia mendapati istrinya
tidak terselamatkan saat melahirkan bayi yang juga tidak selamat.
Lalu orang berbaju putih itu menjawab, “Apapun bentuk kehilangan itu,
ketahuilah, cara terbaik untuk memahaminya adalah selalu dari sisi yang
pergi, bukan dari sisi yang ditinggalkan. Dalam kasusmu, penjelasan ini
amatlah rumit kalau kau memaksakan diri memahaminya dari sisi kau
sendiri, yang ditinggalkan. Kau harus memahami dari sisi istrimu yang
pergi...”
“Kalau kau memaksakan diri memahaminya dari sisimu, maka kau akan
mengutuk Tuhan, hanya mengembalikan kenangan masa-masa gelap itu,
bertanya apakah belum cukup penderitaan yang kau alami. Bertanya kenapa
Tuhan tega mengambil kebahagiaan orang-orang baik, dan sebaliknya
memudahkan orang-orang jahat. Kau tidak pernah berdamai dengan kematiaan
istrimu.”
“Malam itu, Tuhan tidak sedang menghukummu, malam itu saat rembulan
bersinar terang, saat gemintang tumpah ruah di angkasa menjelang subuh,
saat itu Tuhan sedang mengirimkan seribu malaikat untuk menjemput
istrimu. Subuh itu dia menjemput takdir terbaiknya, takdir langit yang
hebat. Istrimu pergi setelah mendapatkan tujuan hidupnya...”
Dari sana saya belajar, Allah (lebih) tahu waktu terbaik, kapan dia
harus memanggil hambaNya “kembali”. Dan dari sana saya memahami kenapa
ada kejadian yang namanya “perpisahan”. Bahwa tidak selamanya kita
selalu bersama dengan orang-orang yang kita kasihi, sayangi dan cintai.
Orangtua, istri atau suami, anak-anak, keluarga, teman-teman, bahkan
benda-benda, harta, jabatan atau binatang peliharaan kita pun akan ada
masanya kita merasa kehilangan pada mereka semua.
Manusia harus cerdas secara emosional dalam menyikapi kehilangan. Tidak
ada yang abadi, semua datang dan pergi. Tetapi yang perlu diingat, Tuhan
tidak pernah bermaksud sedikit pun menyusahkan. Kepada yang sedang
bersedih karena kehilangan, serahkan semua kepadaNya dan kamu akan
baik-baik saja.
... dan saya pun baik-baik saja ...
0 komentar:
Post a Comment